Epistel Minggu (Renungan Marturia HKBP) Tgl. 12 Oktober 2025
Doa Pembuka: Damai sejahtera dari Allah Bapa, yang melampaui akal dan pengertianmu, itulah kiranya yang memelihara hati dan pikiranmu. Di dalam Yesus Kristus Tuhan. Amin.
Bapak Ibu , saudara/i sekalian yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus Firman Tuhan di minggu tanggal 12 Oktober 2025, di minggu yang ke-XVII Setelah Trinitatis diambil dari Daniel 3 : 13-18. Saya akan bacakan, Demikian Firman Tuhan,
13. Sesudah itu Nebukadnezar memerintahkan dalam marahnya dan geramnya untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. Setelah orang-orang itu dibawa menghadap raja,
14. berkatalah Nebukadnezar kepada mereka: ”Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu?
15. Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?”
16. Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: ”Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini.
17. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja
18. tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”
Bapak/Ibu, saudara/i yang terkasih di dalam nama Tuhan, Kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego adalah teladan luar biasa tentang iman yang teguh di tengah tekanan besar. Ketika Raja Nebukadnezar memerintahkan mereka untuk menyembah patung emas, mereka memilih untuk tetap setia kepada Allah, meskipun ancaman hukuman berupa perapian yang menyala-nyala mengintai. Mereka tidak hanya percaya bahwa Allah mampu menyelamatkan mereka, tetapi mereka juga menunjukkan ketaatan yang luar biasa dengan menyatakan bahwa mereka akan tetap setia, seandainya Allah tidak menyelamatkan mereka. Ada 3 hal poin yang bisa kita lihat dari perikop ini:
Iman Percaya pada Kuasa Allah yang Tak Terbatas
Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dengan tegas menyatakan, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami” (ay. 17). Mereka tidak meragukan kuasa Allah. Mereka tahu bahwa Allah yang mereka sembah adalah Pencipta langit dan bumi, yang mampu melakukan perbuatan ajaib melebihi apa yang manusia bayangkan. Keyakinan ini memberi mereka keberanian untuk menghadapi raja yang paling berkuasa pada masa itu. Dalam hidup kita, sering kali kita menghadapi situasi yang tampak mustahil—mungkin itu adalah masalah keuangan, kesehatan, atau hubungan yang sulit. Kisah ini mengingatkan kita bahwa Allah kita adalah Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Pertanyaan bagi kita adalah: Apakah kita benar-benar percaya bahwa Allah sanggup menolong kita, bahkan di saat situasi tampak tanpa harapan?
Iman yang Tetap Setia, Apa Pun Hasilnya
Bagian yang paling luar biasa dari pernyataan mereka adalah, “tetapi seandainya tidak, ketahuilah, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa-dewa tuan” (ay. 18). Mereka tidak hanya percaya bahwa Allah bisa menyelamatkan, tetapi mereka juga bersedia menerima kehendak Allah, bahkan jika itu berarti kematian. Iman mereka tidak bergantung pada jaminan keselamatan fisik, tetapi pada ketaatan kepada Allah. Ini adalah tantangan besar bagi kita. Sering kali, kita mengaitkan iman dengan hasil yang kita inginkan: kesembuhan, keberhasilan, atau pembebasan dari masalah. Namun, iman sejati adalah ketika kita tetap setia kepada Allah, bahkan ketika doa kita tidak dijawab seperti yang kita harapkan. Iman seperti ini mencerminkan hati yang menyerahkan segalanya kepada kehendak Allah yang sempurna.
Iman yang Memberi Kesaksian di Tengah Dunia
Keteguhan Sadrakh, Mesakh, dan Abednego bukan hanya soal iman pribadi, tetapi juga kesaksian publik. Dengan menolak menyembah patung emas, mereka menunjukkan kepada Nebukadnezar dan seluruh kerajaan bahwa Allah yang mereka sembah adalah satu-satunya yang layak disembah. Tindakan mereka akhirnya memuliakan Allah, karena setelah mukjizat di perapian, Nebukadnezar sendiri memuji Allah mereka (Daniel 3:28-29). Dalam dunia yang sering kali menuntut kita untuk berkompromi dengan nilai-nilai Kristiani, kisah ini mengajak kita untuk menjadi terang dan garam. Ketika kita berdiri teguh dalam iman, tindakan kita bisa menjadi kesaksian yang kuat bagi orang-orang di sekitar kita, menunjukkan bahwa Allah kita hidup dan berkuasa.
Ilustrasi: Bayangkan seorang karyawan yang diminta untuk melakukan sesuatu yang tidak jujur di tempat kerja, seperti memalsukan laporan keuangan. Meskipun menolak perintah itu bisa mengakibatkan pemecatan atau tekanan dari atasan, ia memilih untuk tetap jujur karena imannya kepada Allah. Seperti Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, ia percaya bahwa Allah bisa menolongnya, tetapi ia juga siap menghadapi konsekuensi jika Allah mengizinkan jalan yang berbeda. Keputusannya tidak hanya menjaga integritasnya, tetapi juga menjadi kesaksian bagi rekan-rekannya bahwa ada kuasa yang lebih besar yang memimpin hidupnya.
Aplikasi Praktis:
Refleksi Pribadi: Luangkan waktu untuk merenungkan situasi dalam hidup Anda yang menguji iman Anda. Apakah Anda percaya bahwa Allah sanggup menolong, dan apakah Anda bersedia tetap setia meskipun hasilnya tidak sesuai harapan?
Berdoa untuk Keberanian: Mintalah kepada Allah keberanian untuk berdiri teguh dalam iman, terutama ketika menghadapi tekanan dari dunia.
Jadilah Kesaksian: Carilah cara untuk menunjukkan iman Anda melalui tindakan sehari-hari, seperti menjaga integritas, menunjukkan kasih, atau berbagi iman dengan orang lain.
Penutup: Kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego mengingatkan kita bahwa iman sejati bukan hanya tentang meminta mukjizat, tetapi tentang ketaatan yang teguh, apa pun yang terjadi. Di tengah “perapian” hidup kita, Allah berjanji untuk menyertai kita, seperti Ia menyertai ketiga pemuda ini (Daniel 3:25). Mari kita berjalan dalam iman yang tak goyah, mempercayai kuasa Allah, menyerahkan hasil kepada-Nya, dan menjadi kesaksian bagi kemuliaan-Nya. Amin.
Doa Penutup: Terima kasih Ya Tuhan Allah, untuk FirmanMu yang telah kami dengar. Ajari kami untuk selalu bersyukur memiliki Engkau, ajarkan kami bahwa betapa bahagianya kami karena Engkau begitu mengasihi kami. Dengan bimbingan rohMu, kami akan melakukan FirmanMu untuk kemuliaan namaMu. Kami serahkan hidup kami hari ini, esok dan selamanya hanya ke dalam tangan pengasihanMu. Di dalam Yesus Kristus Kami berdoa. Amin.
Pdt. Pangihutan Hasibuan, S.Th- Fungsional di Biro Remaja- Naposobulung HKBP



