SIMALUNGUN (23/9) – Sebuah insiden penyerangan terjadi di Desa Sihaporas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, pada Senin, 22 September 2025, yang diduga melibatkan pihak PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan mengakibatkan puluhan warga luka-luka serta kerugian materiil. Peristiwa ini memicu kemarahan publik dan seruan tegas agar pemerintah segera mengambil tindakan.
Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, menyebut penyerangan itu “seperti pasukan perang” dan menyoroti bahwa banyak dari pihak yang menyerang, yang ia sebut “halak hita” (orang kita), adalah sesama orang Batak. Ini menimbulkan kekhawatiran tentang perpecahan di antara warga, sementara pemilik perusahaan disinyalir menikmati hasil dari kerusakan alam.
Menurut Ephorus, peristiwa ini sangat memprihatinkan. Puluhan warga adat Sihaporas menjadi korban, beberapa sepeda motor dirusak, dan bangunan dibakar. Ia menekankan bahwa masyarakat Sihaporas bukanlah orang kaya, melainkan warga biasa yang berjuang untuk mempertahankan tanah leluhur dan kebutuhan pokok mereka.
Ephorus juga mendesak pihak kepolisian untuk bertindak profesional dan berpihak pada kebenaran dan keadilan. Ia merasa bahwa kepolisian harus peka terhadap situasi yang memanas ini untuk mencegah pergerakan massa yang lebih besar.
Dihari sebelumnya (22/9) Ephorus HKBP mengucapkan terima kasih kepada Kapolres Simalungun, AKBP Marganda Aritonang, yang merespons permohonannya untuk meninjau lokasi kejadian. Ia berharap pemerintah pusat dapat mengambil keputusan bijak dan tegas, yaitu menutup PT TPL, sebelum situasi memburuk lebih jauh. Ia juga mencantumkan tagar #KomisiXIIIDPRRI, #KOMNASHAM, dan #TUTUPPTTPL, menunjukkan desakan agar lembaga-lembaga ini turun tangan.
Ephorus juga turut menyerukan agar masyarakat yang berjuang menuntut penutupan TPL tetap berjuang tanpa kekerasan dan anarkis. Ia juga mendoakan para korban agar lekas pulih. Hal ini disampaikan Ephorus HKBP dalam kanal media sosialnya sambil menampilkan foto-foto korban luka, salah satunya menunjukkan seorang wanita dengan luka berdarah di wajah, yang menambah urgensi situasi.
Konflik ini menyoroti permasalahan ekologi dan sosial yang sudah berlangsung lama, di mana masyarakat adat Sihaporas terus berupaya mempertahankan hak atas tanah leluhur mereka dari konsesi perusahaan. Peristiwa penyerangan ini menjadi bukti dari eskalasi konflik yang sudah memendam kemarahan di kalangan masyarakat.