JAKARTA (14/8) – Suara keprihatinan atas rusaknya alam menggema di udara malam Jakarta, bukan dari mimbar politik, melainkan dari sebuah perbincangan spiritual di studio RPK FM. Pada Jumat malam (14/8), Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Distrik VIII DKI Jakarta secara resmi meluncurkan sebuah gerakan yang tak hanya melibatkan doa, tetapi juga aksi nyata: “Doa Bersama Merawat Lingkungan Hidup.”
Gerakan ini, yang akan memuncak pada 18 Agustus 2025 di Tugu Proklamasi, mengajak ribuan orang untuk tidak hanya menjadi jemaat yang beribadah, tetapi juga menjadi penjaga bumi yang bertanggung jawab.
Panggilan Hati dari Tanah Leluhur
Di balik acara besar ini, ada sebuah panggilan spiritual yang mendalam. Pendeta Oloan Nainggolan, Preces HKBP Distrik VIII DKI Jakarta, menegaskan bahwa gerakan ini lahir dari kesadaran kolektif. “Segala upaya merusak alam adalah bentuk ketidaktaatan pada Sang Pencipta,” ungkapnya dalam program radio. Ia menekankan bahwa menjaga lingkungan adalah amanat suci, bukan sekadar instruksi dari pimpinan gereja.
Inspirasi besar datang dari Eporus HKBP, Pendeta Dr. Victor Tinambunan, yang sejak Maret 2025 telah menginisiasi serangkaian doa serupa. Kini, Jakarta dipilih sebagai panggung utama untuk menutup rangkaian gerakan ini dengan sebuah pesan yang kuat dan merangkul semua kalangan.
Ketika Jakarta dan Toba Menjadi Satu Doa
Meskipun akar keprihatinan ini berpusat pada krisis di Danau Toba—yang kini airnya tak lagi sejernih dulu dan sering dilanda banjir bandang—gerakan ini juga merangkul isu-isu di ibu kota. Polusi udara Jakarta yang sering masuk kategori terburuk di dunia menjadi kegelisahan bersama.
“Doa ini bukan hanya untuk Danau Toba, tapi juga untuk Jakarta dan seluruh bumi. Kami ingin merangkul semua kalangan—lintas gereja, komunitas, dan masyarakat umum—untuk bersama-sama bergerak,” kata Leo Hutagalung, Ketua Umum Panitia. Ini adalah ajakan untuk menyatukan kepedulian lokal dan global dalam satu gerakan.
Aksi dan Harapan dari Ribuan Peserta
Dengan target dua ribu peserta, acara pada 18 Agustus nanti akan diawali dengan long march simbolis dari Gedung PGI Salemba pukul 06.00 WIB. Setelah tiba di Tugu Proklamasi, momen ini akan diisi dengan kebaktian, orasi, atraksi budaya, hingga pembacaan deklarasi lingkungan. Puncaknya, mereka akan melakukan “tobat ekologis”—pengakuan dosa kolektif terhadap alam dan tekad untuk memperbaiki hubungan dengan lingkungan.
“Kami ingin momentum ini menjadi pengingat dan penggerak aksi nyata,” ujar Pendeta Oloan Nainggolan. Ia menambahkan bahwa pelestarian lingkungan adalah kunci kebangkitan ekonomi, terutama bagi masyarakat di Danau Toba yang menggantungkan hidup pada alam.
Gerakan ini juga diwarnai dengan pesan praktis. Panitia mengimbau peserta untuk menggunakan transportasi umum, membawa botol minum sendiri, dan menjadikan Tugu Proklamasi sebagai area bebas rokok. Ini adalah wujud nyata dari komitmen mereka terhadap gereja dan lingkungan yang ramah.
HKBP berharap gerakan ini dapat menjadi mercusuar bagi pemerintah dan masyarakat luas. Mereka mengingatkan bahwa kemajuan sejati bukanlah hasil dari eksploitasi, melainkan dari pembangunan yang harmonis dengan alam.
“Kami undang seluruh jemaat HKBP, gereja-gereja lain, dan masyarakat umum untuk hadir,” tutup Leo Hutagalung. “Mari bersama-sama berdoa, bertindak, dan menjaga bumi yang sudah Tuhan percayakan kepada kita.”
Pembaca yang hendak menonton tayangan tersebut dapat mengunjungi https://www.youtube.com/live/I_UT8Z-GAEQ?si=44P66_SCF5_OcRsN