Ephorus Kembali Serukan TUTUP TPL

Ephorus HKBP Kembali Serukan Penutupan TPL Pasca Kekerasan di Natinggir

Pearaja (7/8) – Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, M.S.T., menyuarakan keprihatinannya atas kekerasan yang kembali terjadi di Natinggir, Toba, yang diduga dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL). Melalui unggahan di media sosial Facebook, Ephorus mendesak agar perusahaan tersebut ditutup secara permanen.

Menanggapi laporan kekerasan yang diterima, Ephorus telah menghubungi Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. Ia berharap Kapolri dapat memerintahkan aparat kepolisian untuk segera bertindak dan menangani kasus ini dengan adil.

“Saatnya PT TPL TUTUP,” tulis Pdt. Dr. Victor Tinambunan di laman Facebook-nya. “Saya sudah menghubungi Bapak Kapolri tentang masalah kekerasan yang dilakukan pihak TPL hari ini dan berharap beliau akan memerintahkan aparat kepolisian bertindak dan menangani dengan adil.”

Pernyataan ini muncul menyusul siaran pers bersama dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) yang merinci insiden kekerasan pada Kamis, 7 Agustus 2025. Menurut laporan, ratusan karyawan dan petugas keamanan TPL menggusur Masyarakat Adat Natinggir di Desa Simare, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba. Dalam insiden tersebut, satu orang warga mengalami luka di leher, dan TPL diduga melakukan perusakan pemukiman serta kekerasan terhadap anak-anak dan staf pendamping.

 

Catatan Kejahatan TPL dan Desakan Lembaga Masyarakat

KPA dan KSPPM menyoroti serangkaian dugaan kejahatan yang dilakukan TPL selama ini. Laporan mereka mencatat bahwa operasi perusahaan yang disebut ilegal ini telah berulang kali menggusur komunitas adat di Tano Batak. Catatan KPA 2015-2024 menunjukkan bahwa Sumatera Utara menempati posisi pertama dengan konflik agraria tertinggi, dengan 275 konflik yang berdampak pada ribuan rumah tangga.

“Penggusuran ini menambah catatan kejahatan PT TPL kepada konstitusi agraria, serta memperparah krisis agraria yang ada di Sumatera Utara,” demikian kutipan dari siaran pers KPA dan KSPPM.

Lebih lanjut, laporan tersebut menyatakan bahwa TPL telah merampas wilayah adat milik 23 komunitas di 12 kabupaten seluas 33.422,37 hektare. Selama proses tersebut, telah terjadi kekerasan yang mengakibatkan 2 orang meninggal, 208 orang dianiaya, dan 260 orang dikriminalisasi. Bahkan, KPA dan KSPPM mengklaim sebagian area konsesi TPL seluas 52.668,66 hektare adalah ilegal karena berada di kawasan hutan lindung, hutan produksi, dan areal penggunaan lain.

Atas dasar ini, KPA dan KSPPM mendesak:

  • PT TPL untuk menghentikan operasi ilegal dan kekerasan.
  • Kapolres Toba untuk mengusut tuntas dan menindak tegas kejahatan TPL.
  • Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN untuk mencabut izin TPL dan mengakui hak tanah adat masyarakat.
  • Presiden Republik Indonesia untuk segera melaksanakan reforma agraria dan menyelesaikan konflik.

Pdt. Dr. Victor Tinambunan, M.S.T., melalui pernyataannya menegaskan bahwa penutupan TPL adalah solusi mendesak untuk mengakhiri kekerasan dan konflik agraria yang terus berulang di Tano Batak.

Scroll to Top