PEARAJA, TARUTUNG (12/9) – Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), sebagai institusi keagamaan terbesar di Tanah Batak, telah secara resmi menyatakan dukungannya terhadap pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh PT Toba Pulp Lestari (TPL). Keputusan ini tidak hanya datang dari pimpinan pusat gereja, tetapi juga merupakan hasil dari gerakan akar rumput yang masif, dengan 30 dari total 32 distrik HKBP secara terang-terangan menyerukan penutupan perusahaan pulp dan kertas tersebut.
Pernyataan resmi dari Ephorus HKBP ini dikeluarkan menyusul permintaan dari anggota Komisi XIII DPR RI, Dr. Umbu Rudi Kabunang, yang secara vokal mendesak pemerintah untuk membentuk sebuah tim independen guna menyelidiki konflik agraria dan dampak lingkungan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Langkah ini menandai eskalasi signifikan dalam perjuangan masyarakat adat dan lingkungan di sekitar Danau Toba, dengan HKBP kini memposisikan dirinya di garis depan pergerakan tersebut.
Latar Belakang Konflik Agraria dan Lingkungan
Konflik antara masyarakat adat dan PT Toba Pulp Lestari (sebelumnya PT Indorayon Utama) bukanlah isu baru. Perselisihan ini telah mengakar kuat sejak berdirinya perusahaan, yang dituding merampas tanah-tanah ulayat milik masyarakat Batak tanpa ganti rugi yang layak. Operasi perusahaan yang berfokus pada industri pulp dan kertas juga dituduh menyebabkan kerusakan ekologis parah, termasuk deforestasi masif yang memicu erosi dan pencemaran sungai-sungai yang bermuara ke Danau Toba.
Masyarakat lokal, yang hidup dari pertanian dan sumber daya alam, merasa hak-hak mereka diabaikan. Laporan-laporan dari lembaga HAM dan organisasi lingkungan seringkali menyoroti bentrokan antara warga dan aparat keamanan di area konsesi TPL. Kondisi ini telah menciptakan ketegangan sosial yang berkepanjangan, dengan tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka dan meminta pertanggungjawaban perusahaan atas kerusakan yang ditimbulkan. Selama bertahun-tahun, perjuangan ini seringkali berjalan sendiri, namun kini, mereka mendapatkan dukungan moral dan struktural yang kuat dari HKBP.
Peran Politik dan Desakan dari Parlemen
Desakan dari Dr. Umbu Rudi Kabunang di Komisi XIII DPR RI menjadi katalisator penting bagi pergerakan ini. Dalam pernyataannya, ia menyoroti urgensi pembentukan TGPF untuk mengurai benang kusut permasalahan di lapangan. Dr. Umbu Rudi Kabunang meminta agar tim investigasi ini bersifat gabungan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang kredibel, seperti Komisi XIII DPR RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian HAM, Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan, yang paling penting, perwakilan masyarakat adat setempat. Permintaan ini menunjukkan bahwa isu TPL kini telah menjadi perhatian serius di tingkat legislatif nasional.
Dr. Umbu Rudi Kabunang menekankan perlunya pendekatan persuasif dan humanis dari aparat di lapangan, yang selama ini kerap menjadi titik panas konflik. Ini adalah langkah maju yang signifikan, memindahkan isu ini dari ranah lokal ke panggung politik nasional, di mana tekanan untuk resolusi yang adil menjadi lebih besar.
HKBP: Suara Persatuan dari 30 Distrik
Melalui pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Ephorus, HKBP secara eksplisit mendukung pembentukan TGPF dan menyatakan apresiasi mereka terhadap langkah Komisi XIII DPR RI. Pernyataan tersebut menegaskan kembali komitmen HKBP untuk melestarikan alam Tano Batak dan membela hak-hak masyarakat adat.
Namun, yang paling mengejutkan adalah tingkat dukungan yang masif dari seluruh distrik HKBP. Dari total 32 distrik yang tersebar di seluruh Indonesia, 30 di antaranya telah secara kolektif menyatakan sikap untuk penutupan PT TPL. Ini bukan hanya dukungan dari pucuk pimpinan, melainkan cerminan dari suara hati para pendeta dan jemaat di tingkat paling bawah.
Berikut adalah daftar distrik-distrik yang telah menyuarakan dukungannya, menunjukkan cakupan geografis yang luas dari gerakan ini:
* Distrik XVIII Jabartengdiy
* Distrik VII Samosir
* Distrik IV Toba
* Distrik XXIV Tanah Jawa
* Distrik XIV Tebing Tinggi Deli
* Distrik XX Kepulauan Riau
* Distrik XXVII Borneo
* Distrik X Medan Aceh
* Distrik XXXII Lampung
* Distrik V Sumatera Timur
* Distrik XXI Banten
* Distrik XXIII Binjai Langkat
* Distrik XXVIII Labuhan Batu
* Distrik IX Sibolga Tapteng Nias
* Distrik VIII DKI Jakarta
* Distrik III Humbang
* Distrik XVII IBT
* Distrik II Silindung
* Distrik XVI Humbang Habinsaran
* Distrik XI Toba Hasundutan
* Distrik XXVIII Deboskob
* Distrik VI Dairi
* Distrik XXIX Deli Serdang
* Distrik XII Tanah Alas
* Distrik XXV Jambi
* Distrik XXX Riau Pesisir
* Distrik I Tabagsel Sumbar
* Distrik XIX Bekasi
* Distrik XV Sumbagsel
* Distrik XIII Aslab
Daftar ini mencakup distrik-distrik dari berbagai wilayah, mulai dari Danau Toba sendiri (Toba, Humbang, Samosir), hingga di luar Sumatera Utara (DKI Jakarta, Banten, Lampung, Riau, bahkan Kalimantan/Borneo dan Sulawesi). Hal ini menunjukkan bahwa isu TPL tidak lagi dianggap sebagai masalah lokal, melainkan isu yang menyentuh hati seluruh jemaat Batak di Indonesia.
Peran Gereja: Lebih dari Sekadar Institusi Keagamaan
Gerakan ini menegaskan peran HKBP sebagai kekuatan sosial dan lingkungan yang signifikan. Selama ini, HKBP memiliki sejarah panjang dalam advokasi sosial, namun dengan adanya isu TPL, gereja ini menunjukkan konsistensinya untuk turun langsung dan berpihak pada masyarakat adat dan lingkungan. Ini adalah contoh nyata bagaimana sebuah lembaga keagamaan dapat menggunakan pengaruh dan jaringan luasnya untuk menuntut keadilan dan perlindungan hak-hak dasar warganya.
Dukungan kolektif ini juga memberikan harapan baru bagi masyarakat adat yang telah lama berjuang. Mereka kini tidak lagi sendiri, melainkan didukung oleh sebuah institusi yang memiliki kekuatan moral, iman, dan jaringan yang besar. Sinergi antara tekanan politik dari DPR dan dukungan masif dari HKBP beserta seluruh gereja lainnya diharapkan dapat menjadi momentum krusial untuk akhirnya menemukan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Langkah selanjutnya adalah menanti realisasi pembentukan TGPF dan hasil investigasi mereka di lapangan. Dengan dukungan yang begitu kuat dan terorganisir dari berbagai pihak, masa depan Danau Toba dan masyarakat di sekitarnya kini tampak lebih cerah, dengan harapan bahwa hak-hak mereka akan dilindungi dan keadilan akan ditegakkan.