Sebagai orang percaya,
kita harus melaksanakan protokol kesehatan, sebab itu juga upaya kita menghidupi
Firman Tuhan di situasi pandemi Covid-19 ini, demikian kata Ephorus HKBP Pdt.
Dr. Darwin Lumbantobing dalam Kunjungan Pastoralnya kepada Jemaat HKBP Parbubu
Distrik II Silindung, Minggu 14 Juni 2020. Ephorus HKBP yang didampingi
beberapa staff menyapa jemaat dalam ibadah minggu dengan pelaksanaan protokol
kesehatan yang ketat.
Tampak di depan gereja,
sebagaimana yang diaturkan dalam protokol kesehatan, didapati tempat cuci
tangan/Hand Sanitizer, demikian
dengan bangku gereja yang sudah diberikan tanda untuk diduduki jemaat yang
hadir. Bangku yang diatur berjarak dan diberikan tanda silang itu maksimal
hanya bisa diduduki dua orang saja dengan jarang 1 – 2 meter, demikian bangku
berikutnya diduduki hanya satu orang saja, dan seterusnya, termasuk song leader dan pemain musik yang tampak
juga dilengkapi dengan masker.
Selain gedung gereja yang
terlebih dahulu dipastikan dalam kondisi bersih sebelum ibadah, jemaat yang
bisa hadirpun sangat terbatas. Gereja mengatur pelaksanaan ibadah minggu hanya
diikuti satu wejk setiap minggunya dengan jumlah terbatas. Di minggu kali ini,
ibadah diikuti Wijk 1 Parbubu Sampuran dengan jumlah yang dibatasi juga,
sehingga protokol kesehatan dipastikan dapat diterapkan dengan baik. Jumlah
jemaat yang berbeda dengan biasanya, tentu dalam kondisi protokol kesehatan
tersebut, jauh lebih sedikit dibanding daya tampung gereja seperti biasanya.
Dalam pelayanan tersebut,
Ompu i Ephorus HKBP melayani sebagai Pemberita Firman (pengkhotbah), dan
Pendeta Ressort Pdt. Janiaty P. Simanjuntuk, S.Th melayani sebagai Liturgist, turut
hadir Kepala Biro Ibadah dan Musik HKBP Pdt. David Silaban, S.Th yang juga
turut melayani sebagai team musik pengiring ibadah.
Jemaat bersukacita dan
menerima peneguhan oleh Firman Tuhan. Ompu i Ephorus HKBP Pdt. Dr. Darwin
Lumbantobing dalam khotbahnya yang berlandaskan Lukas 12: 13 – 21 mengatakan,
agar setiap orang Kristen itu hidup tanpa ketamakan. Hendaknya rupa – rupa
ketamakan tidak ada di tengah – tengah masyarakat. Ketamakan itu berawal dari
kepelitan/kekikiran. Hendaknya jangan ada orang yang hanya mencari untuk
kepentingan dirinya saja, menyimpan hanya untuk dirinya saja (pelit), apalagi
sampai terjadi kerakusan. Rakus, itu sudah keras dan negatif maknanya. Bila di
bahasa Batak itu disebut “mongkus”,
sama dengan “hahisapon”, kata Ompu i.
Bagi kita orang Batak sudah
biasa dengan sebutan “dai sira”, itu
biasa terjadi di tengah – tengah kita. Tetapi ada juga yang bukan lagi sekedar “dai sira”, karena sudah sampai ke “mongkus” – “holan masak silompaon i pintor ro tijurna”. Itu contoh sederhana
soal makanan, tetapi bagaimana dengan perilaku sehari – hari? Ada banyak contoh
yang bisa kita lihat, ada yang tidak lagi mencukupkan dirinya dengan
pendapatannya sehingga mengambil yang bukan miliknya, ada yang merampas, ada
mengklaim menjadi miliknya, dan banyak contoh nyata lainnya, sementara dia dan
kita bisa jadi tidak perduli dengan saudara dan orang – orang di sekitar kita,
kata Ompu i.
Yesus tahu dan melihat
itu terjadi. Yesus merubah itu semua dengan teladan yang diberikanNya, dengan
memberikan perhatian dan pertolongan kepada orang – orang miskin dan tertindas.
Dialah yang menjadi teladan di dalam kehidupan kita. Jangan sampai kita lupa
kalau hidup itu bukan ditentukan makanan jasmani saja, tetapi juga kita harus
sehat secara rohani.
Setiap orang yang hidup
dan bersyukur kepada Tuhan, dia mencari dan melakukan sesuatu bukan semata –
mata untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk kebaikan sesama dan sekitarnya,
terlebih kepada Tuhan. Tuhan sendiri sangat mengenal kita karena Dia lah yang
Empunya kehidupan kita. Tuhan tahu bagaimana dan berapa pendapatan kita,
bagaimana kelebihan dan kekurangan kita, dan Tuhan tidak mempertanyakan itu lagi pada kita. Justru
Tuhan mempertanyakan kepada kita, “sudah bagaimana kita memakai dan mensyukuri
berkatNya?”
Lebih lanjut, Ompu i mengatakan,
kita semua pasti penerima berkat Tuhan, walaupun berkat itu berbeda – beda
kepada kita. Di situasi pandemik Covid-19 ini, kita masih diberikan kesempatan
untuk berbenah, berbuat, dan saling tolong – menolong. Dalam situasi pandemi
ini, ketika kita menjaga kesehatan, disitu juga kita sedang menjaga kesehatan
orang – orang di sekitar kita. Semua lapisan masyarakat merasakan dampak dari
pandemi Covid-19 ini, tetapi solusi terbaik kita harus tetap saling tolong
menolong dengan panduan protokol kesehatan yang sudah ada. Sebagai orang
percaya, kita harus melaksanakan protokol kesehatan, sebab itu juga upaya kita
menghidupi Firman Tuhan di situasi pandemi Covid-19.
Kita bersyukur kepada
Tuhan, begitu kita bangun, kita bisa sehat, kita bisa tertawa, bisa bersama
keluarga, itu sudah menjadi berkat bagi kita. Oleh karena itu, marilah kita
hidup untuk saling berbagi, peduli, dan bersyukur kepada Tuhan, kata Ephorus
HKBP. Demikian kutipan singkat khotbah Ompu i Ephorus HKBP Pdt. Dr. Darwin
Lumbantobing.
Ibadah minggu yang
dirancang lebih singkat tersebut berjalan dengan hikmat, dan ibadah juga
diakhiri tanpa ada bersalaman/berjabat tangan, cukup dengan sapaan kata “horas”
oleh Ompu i Ephorus HKBP. (K.E.)