Tarutung (24/11) – HKBP telah memasuki momen penting dalam kalender gerejawi ketika Minggu Ujung Taon Parhuriaon dirayakan pada 23 November 2025. Dalam tradisi gereja, minggu ini menjadi penanda berakhirnya satu tahun liturgi, sekaligus kesempatan bagi jemaat untuk mengenang keluarga dan saudara-saudara seiman yang telah meninggal selama satu tahun gerejawi. Suasana ibadah di berbagai gereja HKBP dipenuhi nuansa reflektif yang mengajak seluruh jemaat menundukkan hati, merenungkan perjalanan hidup dan iman, serta mempersiapkan diri memasuki masa Advent (Tahun Baru Gerejawi). Pesan yang paling kuat menggema dalam berbagai khotbah di HKBP adalah Memento Mori – “ingatlah bahwa engkau akan mati”. Sebuah ungkapan yang tampak sederhana namun menjadi pijakan bagi umat untuk menyadari bahwa hidup manusia akan berakhir dan seluruh keberadaan ciptaan bergantung pada kuasa Tuhan. Di berbagai tempat, pesan ini disampaikan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk menolong jemaat memurnikan prioritas hidup, memilih nilai-nilai yang kekal, memelihara integritas, serta hidup dalam kerendahan hati dan syukur di hadapan Sang Pemberi Hidup. Kesadaran akan batas kehidupan justru mengajak jemaat untuk memaknai setiap hari sebagai kesempatan untuk bertobat, berbuat baik, dan semakin dekat kepada Tuhan.
Pelayanan Minggu Ujung Taon Parhuriaon juga dilayankan oleh Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, yang pada hari itu melayani jemaat HKBP Bali. Dalam khotbahnya, Ephorus menegaskan kembali pesan Memento Mori sebagai ajakan untuk hidup dengan bijaksana, tidak menyia-nyiakan waktu, dan menjaga hati tetap bersih di hadapan Tuhan. Beliau mengajak jemaat menyadari bahwa kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan ketika umat hidup dalam anugerah dan pertobatan, sebab Tuhan memegang akhir dan awal kehidupan manusia. Di sela pelayanannya, Ephorus juga menyampaikan salam dan berkat bagi seluruh jemaat HKBP, di mana pun mereka berada, sebagai ungkapan kasih dan penggembalaan dari pimpinan gereja.
Pada waktu yang sama di tempat yang berbeda, Sekretaris Jenderal HKBP, Pdt. Rikson Hutahaean, M.Th melayani di HKBP Nainggolan Resort Nainggolan. Beliau menekankan agar seluruh jemaat menggunakan waktu pengasihan yang dikaruniakan Tuhan Allah, memberikan yang terbaik selama masa penantian dengan meneladani tokoh-tokoh Alkitab dan tokoh-tokoh Kristen, serta menjadikan hidup ini sebagai persembahan bagi-Nya sampai akhir masa.
Lalu, Kepala Departemen Koinonia, Pdt. Dr. Deonal Sinaga melayani di HKBP Onanrunggu. Dalam pemberitaannya ia menekankan bahwa mengingat kematian juga berarti memperteguh persekutuan jemaat. Ketika mengenang mereka yang telah terlebih dahulu dipanggil kembali oleh Tuhan Allah, jemaat diajak semakin erat sebagai satu tubuh Kristus, saling mendukung, membangun hubungan yang damai, serta memperkokoh kehidupan berkomunitas sebagai wujud kasih yang diwariskan Kristus.
Sementara itu, Kepala Departemen Marturia, Pdt. Bernard Manik, M.Th, melayani jemaat di HKBP Nusa Dua – Bali. Melalui khotbahnya ia mengajak jemaat melihat Memento Mori sebagai dorongan untuk memperbarui kesaksian hidup. Kesadaran akan kefanaan seharusnya memotivasi setiap orang percaya untuk meninggalkan perbuatan sia-sia, menjalani hidup yang jujur dan bersih, serta menjadi saksi Kristus yang memancarkan terang bagi sesama. Hidup yang terbatas justru menjadi alasan untuk mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan, baik dalam pekerjaan, pelayanan, maupun relasi sehari-hari.
Seluruh pelayanan para pimpinan HKBP, begitu juga dengan seluruh pelayan HKBP, pada Minggu Ujung Taon Parhuriaon tahun ini menghadirkan benang merah yang sama: mengingat kematian agar umat lebih menghargai kehidupan. Kesadaran itu membimbing jemaat untuk hidup lebih rendah hati, lebih bersyukur, dan lebih tekun dalam pengharapan akan hidup kekal. Dengan demikian, HKBP mengajak seluruh jemaat menutup tahun gerejawi dengan hati yang dipenuh Roh Kudus, mengenang mereka yang telah pergi dengan penuh hormat, dan dengan rendah hati melangkah memasuki tahun liturgi yang baru (Minggu Adven I).










