Renungan Harian HKBP | 2 September 2025

Syalom, bapak/ibu saudara/i dan seluruh jemaat yang terkasih, sebelum kita mendengarkan Firman Tuhan di hari ini, alangkah baiknya kita siapkan hati dan pikiran kita, marilah kita mengambil saat teduh sejenak, kita bersatu di dalam doa.
Doa Pembuka: Bapa yang baik, Bapa yang kami kenal melalui anakMu Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami, kami bersyukur untuk penyertaan dan kebaikanMu yang mengantarkan kami boleh ada hingga saat ini. Saat ini ya Tuhan, sebelum kami melanjutkan kegiatan dan aktivitas kami di hari ini, kami terlebih dulu akan menyerahkan diri kami untuk mendengarkan firmanMu yang akan menyapa dan menguatkan kami. Karena itu, kami siapkan hati dan pikiran kami sepenuhnya ya Tuhan, kiranya engkau berkati agar kami dapat dengan sukacita menerima Firman Tuhan. Kami sambut Kasih setia Tuhan di dalam sukacita. Amin.
Renungan
Bapak/ibu saudara/i yang terkasih, firman Tuhan yang menyapa kita saat ini tertulis dalam:
Mazmur 145 : 1b
“Aku hendak mengagungkan Engkau, ya Allahku, ya Raja, dan aku hendak memuji nama-Mu untuk seterusnya dan selamanya.”
Bapak/ibu saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus, manusia pada dasarnya memiliki natur atau kecenderungan untuk mencari sosok atau sesuatu untuk dikagumi, diidolakan, atau bahkan untuk dipuji. Ada anak yang mengidolakan tokoh fiksi atau pahlawan super, sebagian orang muda mengidolakan artis atau public figure, atau sebagian orang lagi mengidolakan tokoh hebat, orang sukses, dan lain sebagainya. Nyatanya itu bukan hal yang baru, karena pada dasarnya memang manusia cenderung ingin memberi rasa kagum, rasa suka atau bahkan rasa hormat kepada sesuatu yang lebih besar dari dirinya. Namun yang terkadang menjadi masalah adalah ketika manusia itu sendiri berhenti hanya di titik “mengidolakan, memuji, mengagumi” sesuatu yang sifatnya sementara, tidak tetap, dan mungkin akan mengecewakan.
Di tengah kecenderungan manusia yang selalu ingin mencari sosok “idola” itu, nats ini tidak melarang kita untuk memiliki sosok idola atau panutan dalam hidup ini. Nats ini justru mengingatkan kita supaya tidak salah arah dan lupa, bahwa bukan manusia, bukan juga kuasa dunia, dan bukan juga harta dan pencapaian yang menjadi arah pujian dan pengagungan kita. Mari kita lihat lebih dalam mengenai nats ini. Nats ini mengingatkan kita bahwa Allah sendiri lah yang layak dan patut menjadi puncak tertinggi arah pujian, pengagungan dan penyembahan kita. Hal itu terlihat ketika Daud sendiri, yang mana pada waktu itu adalah seorang figur yang mungkin saja bisa menjadi “idola” bagi rakyatnya, justru mengatakan dengan tegas bahwa hanya Allah saja yang patut dipuji dan diagungkan sampai selamanya. Daud punya segala sesuatu yang bisa untuk dibanggakan, alih-alih mengambil atau mencuri kemuliaan yang seharusnya memang diarahkan kepada Allah, Daud justru memposisikan Allah sebagai pusat penyembahan.
Bapak/ibu saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus, nats yang menyapa kita saat ini menunjukkan kepada kita sebuah “komitmen” yang tegas harus datang dari seorang yang percaya kepada Allah. Kalimat ini bukan sekedar pujian saja, tapi juga perihal menempatkan Allah di posisi tertinggi dalam hidup, baik dalam relasi personal maupun relasi universal. Yang menarik kemudian adalah, Daud memakai dua penekanan soal waktu, yaitu mengagungkan dan memuji Allah untuk “seterusnya dan selamanya”. Ini berarti dalam hal memuji dan mengagungkan Allah harus berkesinambungan. Dalam hidup ini ada hal yang boleh berhenti sebentar, rehat sejenak, dan menepi sebentar, tetapi untuk memuji dan mengagungkan Yesus harus selalu berkesinambungan. Itu sebabnya pemazmur menekankan dengan jelas dalam nats ini lewat kata “seterusnya dan selamanya”.
Bapak/ibu saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus, selama kita hidup kita bisa memuji dan mengagungkan Allah lewat banyak hal. Lewat cara hidup kita yang sesuai dengan yang Ia kehendaki, lewat perkataan kita, lewat kesaksian kita, iman kita yang berakar dalam Kristus, lewat ibadah dan pujian kita yang terus-menerus, termasuk dari aksi dan perbuatan kasih yang nyata. Maka dengan demikian, pusat penyembahan yang benar adalah kepada Allah saja. Melalui nats ini, Daud memberi contoh kepada kita bahwa di tengah kekuasaannya sebagai raja yang besar, ia justru memilih untuk meninggikan dan mengagungkan Allah, sebuah contoh yang sangat patut untuk kita hidupi. Allah adalah satu-satunya “figur” yang tidak pernah pudar, tidak akan pernah mengecewakan, tidak akan berubah, setia, akan selalu hadir dalam setiap lika-liku kehidupan kita, sehingga layak untuk dipuji sekarang, esok, dan sampai selamanya. Amin.
Doa Penutup: Marilah kita berdoa! Kami bersyukur ya Tuhan Allah kami untuk kesempatan yang begitu berharga yang engkau berikan kepada kami. Saat ini kami boleh dan telah bersekutu bersama untuk mendengarkan firmanMu, yang mengingatkan kami sebagai orang percaya agar selalu menjadikan Engkau sebagai satu-satunya yang kami agungkan, kami sembah dan kami puji dalam hidup kami. Biarlah rohMu ya Tuhan menguatkan kami untuk tetap berdiri dengan teguh di dalam iman kami kepadaMu. Biarlah hidup kami ya Tuhan menjadi berkat bagi banyak orang, lewat pekerjaan, pelayanan dan seluruh cara hidup kami. Tuhan ajari dan kuatkan kami untuk hidup sesuai dengan kehendakMu. Inilah doa dan permohonan kami, di dalam nama anakMu Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.
Pdt. Frans Mario Sormin, S.Th- Staf di Kantor Departemen Koinonia HKBP
Scroll to Top