Renungan Harian HKBP | 20 Oktober 2025

Renungan Harian Marturia HKBP, Senin 20 Oktober 2025

 

Syalom, bapak/ibu saudara/i dan seluruh jemaat yang terkasih, sebelum kita mendengarkan Firman Tuhan di hari ini, alangkah baiknya kita siapkan hati dan pikiran kita, marilah kita mengambil saat teduh sejenak, kita bersatu di dalam doa.

 

Doa Pembuka: Bapa yang baik, Bapa yang kami kenal melalui anakMu Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami, kami bersyukur untuk penyertaan dan kebaikanMu yang mengantarkan kami boleh ada hingga saat ini. Saat ini ya Tuhan, sebelum kami melanjutkan kegiatan dan aktivitas kami di hari ini, kami terlebih dulu akan menyerahkan diri kami untuk mendengarkan firmanMu yang akan menyapa dan menguatkan kami. Karena itu, kami siapkan hati dan pikiran kami sepenuhnya ya Tuhan, kiranya Engkau berkati agar kami dapat dengan sukacita menerima Firman Tuhan. Kami sambut Kasih setia Tuhan di dalam sukacita. Amin.

 

Renungan

Bapak/ibu saudara/i yang terkasih, firman Tuhan yang menyapa kita saat ini tertulis dalam:

Lukas 6 : 20

“Lalu Yesus memandang murid-murid-Nya dan berkata: Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”

 

Bapak/ibu saudara/i yang terkasih dalam Kristus Yesus, sudah sejak lama memang kebanyakan orang dunia ini cenderung menginginkan hidup yang penuh dengan kebahagiaan dan pencapaian-pencapaian yang menyenangkan diri. Manusia cenderung berusaha untuk menghindari kehidupan yang serba kekurangan, miskin, sengsara ataupun menderita, dan selalu berusaha supaya hidupnya berjalan dengan keadaan materi, finansial dan mental yang baik. Mungkin saya maupun bapak ibu sekalian juga menginginkan hal yang sama tentunya. Walaupun tidak semua manusia bisa mendapatkannya, setidaknya kecenderungan itu dapat terlihat setiap hari, bahkan dari kebiasaan manusia yang selalu menyelipkannya dalam doa permohonan atau harapan-harapan yang keluar dari mulut. Artinya, standar kebahagiaan manusia di bumi ini masih dalam ruang lingkup kesuksesan, harta, pencapaian, dan sebagainya.

Namun bapak/ibu saudara/i yang terkasih, dalam nats ini kita menemukan sebuah hal yang seakan bertentangan dengan pemahaman manusia yang tadi, yang menjadikan harta dan pencapaian menjadi tolak ukur kebahagiaan. Dalam nats yang menyapa kita hari ini, Yesus berkata, “Berbahagialah kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.” Singkat saja, bagaimana orang miskin, orang yang menderita bisa berbahagia? Apa yang harus dia bahagiakan? Mungkin pertanyaan ini bisa saja terlintas dalam pikiran manusia. Mari kita lihat bapak/ibu saudara/i yang terkasih. Dalam nats ini, Yesus tidak sedang berbicara kepada orang-orang kaya, atau orang-orang terpandang, melainkan Yesus berbicara kepada para murid dan orang-orang biasa yang mengikuti dia, yang sudah biasa hidup dalam tekanan ekonomi dan sosial. Di tengah realitas penderitaan mereka, Yesus mengucapkan kalimat penghiburan yang menentang standar dunia, dengan mengatakan “berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya kerajaan Allah.” Bapak, ibu, terkadang kita manusia sering hanya berbicara tentang kemiskinan dan penderitaan saja, namun tidak berbicara langsung kepada mereka yang miskin dan menderita. Akan tetapi Yesus dalam nats ini berbicara dan menyampaikan penghiburan secara langsung kepada mereka yang miskin dan menderita, yang mana ucapan Yesus itu mengandung janji besar, yaitu bahwa keadaan mereka sekarang yang mungkin hina di dunia justru dilihat Allah dengan cara yang berbeda. Yang tidak berharga di dunia justru menjadi pemilik kerajaan Allah.

Bapak, ibu saudara/i yang terkasih, lalu siapa dan apa sebenarnya makna dari “si miskin” dalam nats ini? Miskin yang dimaksud disini bukan sekadar miskin secara ekonomi, tapi juga merujuk kepada orang-orang yang terpinggirkan, yang menantikan pembebasan, yang sepenuhnya bergantung pada pemberian orang lain, orang yang tertindas dan tidak berdaya, dan orang-orang yang tidak dianggap penting pada saat itu. Bapak, ibu, mungkin ada dari antara kita atau dari antara orang yang kita kenal sedang dan pernah mengalami “miskin” dalam pengertian yang tadi. Namun yang perlu kita tahu, Allah sering bekerja diluar logika dan standar duniawi. Pembalikan status terlihat dalam nats ini. Yang bersedih menjadi bahagia, yang misikin menjadi pemilik Kerajaan Allah, dan yang rendah akan ditinggikan. Ini juga adalah nats penghiburan bagi kita yang akan berguna sekarang, besok dan selamanya.

Bapak, ibu, saudara/i yang terkasih, kita tentu harus hati-hati dalam memaknai nats ini. Yesus sendiri tidak menyuruh kita atau memaksa kita untuk menjadikan diri kita hidup dalam kemiskinan. Poin utamanya adalah nats ini menegaskan kepada kita orang-orang percaya bahwa Allah akan selalu terbuka, menerima, dan berpihak kepada mereka yang tidak punya sandaran. Allah sedia memberikan kelegaan dan sukacita bagi orang-orang miskin dan tertindas yang mau bergantung kepada Dia. Oleh karena itu, dalam nats ini ukuran kebahagiaan tidak terletak pada kepemilikan harta, akan tetapi pada hubungan yang baik dengan Allah. Bahkan Yesus sendiri pernah mengumpamakan kesulitan orang kaya yang susah masuk ke dalam kerajaan Allah karena mengandalkan harta (bnd. Luk.18:24-25), mengapa? karena kekayaan sering membuat manusia merasa cukup tanpa Allah. Allah adalah yang terutama.

Bapak, ibu, saudara/i yang terkasih, sukacita kita yang sejati bukan kita ukur lewat kelimpahan materi, namun terletak dalam persekutuan kita dengan Dia yang menjadi tempat kita bergantung. Miskin dan menderita tidak boleh menjadi penghambat kita bersukacita dengan dia. Kemiskinan dan penderitaan tidak akan sanggup memisahkan kita dari kasihNya yang besar. Asal kita mau menjadikan Dia menjadi sandaran, tempat berlindung, satu-satunya yang kita percayai dalam hidup kita, sedih kita bisa diubahnya menjadi bahagia, duka kita bisa diubahnya menjadi suka, derita kita bisa diubahnya menjadi berkat. Di hadapan Allah, marilah kita terbuka dan rendah hati dengan segala kelemahan kita, agar kita menjadi orang-orang percaya yang empunya kerajaan Allah. Amin.

 

Doa Penutup: Marilah kita berdoa! Kami bersyukur ya Tuhan Allah kami untuk kesempatan yang begitu berharga yang engkau berikan kepada kami. Saat ini kami boleh dan telah bersekutu bersama untuk mendengarkan firmanMu, yang mengingatkan kami sebagai orang percaya agar selalu percaya bahwa engkau adalah Allah yang senantiasa setia memberikan penghiburan kepada orang-orang yang miskin, tertindas, dan menderita. Biarlah rohMu ya Tuhan menguatkan kami untuk tetap berdiri dengan teguh di dalam iman kami kepadaMu. Biarlah hidup kami ya Tuhan menjadi berkat bagi banyak orang, lewat pekerjaan, pelayanan dan seluruh cara hidup kami. Tuhan ajari dan kuatkan kami untuk hidup sesuai dengan kehendakMu. Inilah doa dan permohonan kami, di dalam nama anakMu Tuhan Yesus Kristus, kami berdoa. Amin.

 

 

Pdt. Frans M. Sormin, S.Th- Pendeta Fungsional di Kantor Departemen Marturia HKBP

 

Scroll to Top