Renungan Harian HKBP | 28 Januari 2024

Doa Pembuka: Terima kasih Tuhan buat penyertaanMu pada kami di hari yang penuh dengan sukacita ini, dimana kami dapat beribadah, memuji dan memuliakan namaMu pada hari Minggu yang Engkau kuduskan ini. Sejenak kami akan mendengarkan firmanMu, kiranya Roh Kudus menerangi hati dan pikiran kami agar dapat menerima dan memahami firmanMu. Dalam Kristus Yesus kami berdoa. Amin.

 

Renungan

”JANGAN MENJADI BATU SANDUNGAN BAGI SESAMA”

Nas Evangelium: 1 Korintus 8 : 1 - 13

 

Saudara-saudari, Bapak, Ibu, yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.

Tak terasa kita telah telah tiba di minggu terakhir di bulan Januari 2024 ini dan masuk ke dalam minggu Septuagesima atau 70 hari sebelum hari peringatan kebangkitan Tuhan Yesus. Firman Tuhan hari ini memuat nasihat rasul Paulus kepada jemaat di Korintus yang sedang menghadapi berbagai persoalan di tengah jemaat, salah satunya adalah mengenai memakan makanan yang dipersembahkan kepada berhala. Bagi kita yang hidup di zaman sekarang sepertinya persoalan ini kurang relevan, namun bagi orang Kristen Korintus di abad pertama setelah lahirnya kekristenan, persoalan ini adalah sebuah persoalan yang aktual dan menjadi perdebatan yang panas. Mengapa? Sebagaimana kita ketahui, jemaat Kristen di Korintus menghadapi berbagai persoalan dalam interaksi mereka dengan dunia sekitarnya, terutama di kota Korintus yang banyak dijumpai kuil-kuil penyembahan kepada para dewa dan dalam kuil tersebut seringkali dilakukan upacara maupun perayaan dalam rangka memuja para dewa mereka. Persoalan ini tentunya sangat berhubungan dengan kehidupan sosial orang Kristen di Korintus yang harus mengambil keputusan apakah mereka boleh atau tidak boleh mengambil bagian dalam jamuan makan dengan teman atau keluarga mereka yang non-Kristen, dimana dalam perjamuan itu makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala disajikan. Konflik muncul di antara anggota jemaat ketika ada anggota jemaat yang secara retorik disebut Paulus sebagai ”yang kuat”, dengan yakin menjawab ”boleh” terhadap pertanyaan tersebut; sedangkan sebagian anggota gereja yang disebut ”yang lemah” merasa tidak nyaman dengan praktik ini.

Terhadap kedua kategori jemaat ini Paulus menyampaikan nasihat pastoralnya melalui argumentasi yang tidak hanya menjawab pertanyaan sosial tentang legitimasi makanan yang dipersembahkan kepada berhala, tetapi jelas menunjukkan keprihatinan Paulus untuk memelihara kesatuan jemaat dan identitas jemaat sebagai tubuh Kristus. Melalui khotbah ini ada 2 (dua) pengajaran yang dinasihatkan oleh rasul Paulus. Pertama, pengetahuan memang perlu dan berguna, tetapi kasih terhadap Allah dan sesama manusia bertujuan untuk membangun. Dalam ayat 1 Paulus dengan tegas mengingatkan: ”Tentang daging persembahan berhala kita tahu: "kita semua mempunyai pengetahuan." Pengetahuan yang demikian membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun”. Selanjutnya dikatakan bahwa golongan ”yang kuat” memiliki pengetahuan tentang pengakuan iman bahwa hanya ada satu Allah dan tidak ada berhala dan bahwa makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah (ay. 8) artinya: soal kedekatan kepada Allah tidak ada hubungannya dengan memakan makanan tertentu. Golongan yang kuat memakan makanan yang dipersembahkan kepada berhala dan berpartisipasi dalam jamuan makan publik, untuk menyatakan hak dan kebebasan serta kedewasaan rohani mereka, dan makanan itu tidak akan mencemari mereka. Sebaliknya, bagi golongan ”yang lemah” keikutsertaan dalam jamuan makan seperti itu justeru akan mencemari mereka. Dalam nasihat pastoralnya, Paulus tidak mempermasalahkan pengetahuan golongan ”yang kuat” tetapi dia mempertanyakan manfaat dari pengetahuan mereka itu bagi kesejahteraan jemaat. Oleh sebab itu, Paulus menegaskan bahwa pengetahuan yang sedemikian itu menyebabkan sikap sombong yang dapat memecah belah jemaat, sehingga di atas semuanya itu yang sangat diperlukan adalah kasih, sebab kasih adalah kekuatan yang dapat membangun jemaat.

Pengajaran yang kedua, Paulus mengingatkan tentang kesatuan jemaat. Paulus mengungkapkan sebuah kontras, dikatakan demikian: ”Sebab sungguhpun ada apa yang disebut "allah", baik di sorga, maupun di bumi -- dan memang benar ada banyak "allah" dan banyak "tuhan" yang demikian – namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari pada-Nya berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang oleh-Nya segala sesuatu telah dijadikan dan yang karena Dia kita hidup (ay. 5-6). Pernyataan ini hendak mengingatkan jemaat Korintus, termasuk kita para pengikut Yesus Kristus pada masa kini, tentang adanya pengakuan iman kepada satu Allah dan satu Tuhan yang mengikat mereka sebagai satu jemaat. Paulus mengajarkan bahwa di jemaat ada ”yang lemah” yaitu mereka yang tidak mempunyai pengetahuan (ay. 7a) sehingga hati nurani mereka dinodai olehnya bahkan binasa (ay. 7b, 11). Dengan demikian, perilaku ”yang kuat” itu sudah merusak ikatan mereka sebagai satu jemaat, tubuh Kristus, yang telah ditebus oleh darah Kristus. Kesatuan jemaat haruslah diletakkan sebagai yang paling utama daripada persoalan mengenai makan makanan yang telah dipersembahkan kepada berhala.

Bapak, Ibu, saudara-saudari yang terkasih dalam nama Tuhan Yesus. Dalam akhir nasihatnya Paulus mencontohkan prinsip dirinya sendiri dengan mengatakan: ”Karena itu apabila makanan menjadi batu sandungan bagi saudaraku, aku untuk selama-lamanya tidak akan mau makan daging lagi, supaya aku jangan menjadi batu sandungan bagi saudaraku” (ay. 13, band. ay. 9). Sehubungan dengan itu, dalam suratnya kepada jemaat Roma 14:17 Paulus mengajarkan, Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Namun kita juga diingatkan bahwa kebebasan kita tentang makanan dan minuman itu jangan menjadi batu sandungan bagi saudara-saudari kita terutama yang memiliki perbedaan tentang makanan yang disebabkan oleh karena perbedaan pengetahuan, kebiasaan, tradisi maupun oleh karena alasan kesehatan. Janganlah kita memaksakan pemahaman dan kebebasan kita dalam hal makanan kepada saudara-saudari kita yang memiliki pemahaman dan kebiasaan yang berbeda tersebut, agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi mereka. Perlu kita ingat, bahwa prinsip kasih yang membangun persekutuan dan kesatuan dalam seluruh jemaat sebagai anggota tubuh Kristus, haruslah kita utamakan dalam kehidupan kita sebagai pengikut Kristus, demi terwujudnya kehidupan yang dipenuhi sukacita, damai sejahtera dan saling mengasihi sebagaimana Allah telah terlebih dahulu mengasihi kita. Amin.

 

Doa Penutup: Ya Tuhan Allah Bapa kami, terima kasih atas sapaan firmanMu pada hari Minggu ini. Engkau mengajarkan kepada kami tentang pentingnya prinsip kasih terhadap Engkau dan terhadap sesama kami sehingga dengan kasihMu itu kami dapat saling membangun di tengah-tengah persekutuan jemaat sebagai perwujudan tubuh Kristus di dunia ini. Biarlah segala perbedaan di antara kami tidak menjadikan kami menjadi menjadi batu sandungan bagi saudara kami sehingga kesatuan jemaat tidak menjadi terpecah dan kami tidak terjatuh ke dalam tindakan saling menghakimi satu dengan yang lainnya. Ajarlah kami untuk saling mengasihi dan memelihara kesatuan di antara kami umatMu yang telah Kautebus melalui pengorbanan Yesus Kristus Tuhan kami. Dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami, dengarlah doa permohonan kami. Amin.



Pdt. Herwin P. Simarmata, M.Th-Kepala Biro Kategorial Ama dan Lansia Kantor Pusat HKBP

Pustaka Digital