Renungan Harian HKBP | 3 November 2024
EPISTEL
Doa Pembuka: Terima kasih Tuhan buat nafas kehidupan pada hari Minggu yang Engkau kuduskan ini bagi kami untuk beribadah, memuji dan memuliakan namaMu. Sejenak kami akan mendengarkan firmanMu, kiranya Roh Kudus menerangi hati dan pikiran kami agar dapat menerima dan memahami firmanMu. Dalam Kristus Yesus kami berdoa. Amin.
Renungan
“MENGASIHI TUHAN ALLAH DAN SESAMA MANUSIA”
Epistel: Ulangan 6 : 1 – 9
Nas:
”Inilah perintah, yakni ketetapan dan peraturan, yang aku ajarkan kepadamu atas perintah TUHAN, Allahmu, untuk dilakukan di negeri, ke mana kamu pergi untuk mendudukinya, supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu. Maka dengarlah, hai orang Israel! Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik keadaanmu, dan supaya kamu menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyangmu, kepadamu di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.
Saudara-saudari, Ibu, Bapak pembaca dan pendengar Renungan Harian Marturia HKBP yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Apakah respon kita mendengar kata ”kesetiaan”? Secara sepintas dapat dikatakan bahwa kata ini kelihatannya sederhana dan mudah mengucapkannya. Namun bagaimana dengan pelaksanaannya? Tentulah pelaksanaannya jauh lebih sulit daripada pengucapannya, membutuhkan komitmen yang kuat dan perjuangan yang tak mengenal lelah untuk mewujudkannya. Lalu, bagaimanakah penerapan kesetiaan ini dalam hidup kerohanian kita terutama dalam melakukan perintah Tuhan? Khotbah Epsitel pada hari Minggu ini menjadi jawaban tentang kesetiaan dalam melakukan perintah Tuhan.
Bangsa Israel yang dipimpin oleh Musa telah menjalani perjalanan yang sangat panjang selepas keluar dari tanah perbudakan di Mesir. Karena Musa tidak diperkenankan Tuhan memasuki tanah Kanaan maka Yosua meneruskan tongkat estafet kepemimpinan untuk membawa umat itu memasuki tanah yang telah dijanjikan Tuhan kepada nenek moyang mereka. Namun sebelum Musa undur diri, dia menyampaikan beberapa nasihat kepada bangsa Israel yang menjadi tuntunan bagi mereka sebelum memasuki tanah Kanaan.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.Dalam renungan ini kita dapat melihat 2 (dua) nasihat pokok yang disampaikan Musa kepada umat pilihan Tuhan. Pertama,berpegang pada ketetapan dan perintah Tuhan. Dalam nasihatnya Musa mengingatkan kembali bangsa itu agar senantiasa berpegang dan setia melakukan perintah Tuhan, dimana dalam ayat 2 dengan tegas dikatakan, ”supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan TUHAN, Allahmu, dan berpegang pada segala ketetapan dan perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu, dan supaya lanjut umurmu”. Yang menjadi kata kunci dalam pernyataan ini adalah ”berpegang pada segala ketetapan dan perintah Tuhan” (terjemahan NIV: keeping all his decrees and commands that I give you), yang menunjukan keharusan atas sebuah komitmen atau tekad yang kuat untuk melakukan perintah Tuhan. Dalam melakukan perintah Tuhan itu umat Israel akan sangat rentan tergoda untuk menambahkan ataupun mengurangi atau bahkan mengingkari perintah Tuhan itu yang pada akhirnya dapat menghilangkan makna perintah Tuhan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu tidak ada jalan lain selain senantiasa berpegang pada perintah Tuhan. Untuk menegaskan tindakan berpegang pada perintah Tuhan, maka Musa mengingatkan bangsa itu untuk melakukan perintah Tuhan dengan setia (ay. 3). Kesetiaan yang ditambahkan pada komitmen yang kuat untuk berpegang pada perintah Tuhan tentulah menghasilkan iman yang teguh dan tahan uji serta tindakan yang senantiasa melakukan perintah Tuhan. Dengan kesetiaan maka umat Tuhan akan teguh dalam imannya untuk menyembah Allah dan tidak tergoda untuk menyembah patung ilah-ilah lain sebagaimana yang dilakukan umat itu ketika mereka menyembah Baal-Peor (ay. 3-4, band. Bil 25:1-9). Umat pilihan Tuhan diharuskan melakukan kehendak Tuhan dengan kesetiaan penuh dan tak tergoda untuk mengabaikannya, bahkan selanjutnya kesetiaan umat itu akan diberikan ganjaran dari Tuhan berupa kehidupan umat dalam keadaan yang baik dan supaya keturunan mereka menjadi sangat banyak, seperti yang dijanjikan TUHAN, Allah nenek moyang mereka, di suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya.
Nasihat kedua, memberitahukan dan mengajarkan perintah Tuhan kepada generasi berikutnya (ay. 4-9). Nasihat untuk mengajarkan perintah Tuhan dimulai dengan sebuah pengakuan yang sangat terkenal, yaitu ”syema Israel”diterjemahkan sebagai ”dengarlah, hai orang Israel”. Isi pertama dari syema itu adalah pengakuan yang bunyinya: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa, atau dapat juga diterjemahkan dengan: TUHAN adalah Allah kita, TUHAN melulu atau satu-satunya. Seorang pakar Perjanjian Lama bernama I. J. Cairns, dalam buku tafsiran kitab Ulangan, mengatakan bahwa kalimat ini tidak bersifat rumusan teologis-filosofis tentang keesaan ilahi atau monoteisme ataupun penolakan terhadap baalisme dan animisme yang berlaku di sekitar Israel, melainkan merupakan tuntutan supaya Israel mengabdi kepada Tuhan dengan kesetiaan yang total. Selanjutnya pengakuan ini dilanjutkan dengan perintah untuk mengasihi Allah. Dengan demikian ”kasih” tidak hanya bersifat perasaan semata melainkan kasih dan ketaatan berkaitan secara erat, mengasihi Allah berarti menuruti segala perintahNya dengan tekad yang bulat. Dalam ayat 5 perintah untuk mengasihi Allah itu diuraikan dengan terperinci yaitu mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Kata ”hati” berasal dari kata Ibrani ”lebhabh”, yakni sumber atau inti kepribadian manusia. Dengan demikian ”Mengasihi Tuhan dengan segenap hati” berarti menyerahkan segala proses pemikiran kita, perasaaan-perasaan dan keputusan-keputusan kepada Tuhan untuk dibentuk, dituntun dan untuk dipergunakan demi tercapainya kehendak Tuhan. Selanjutnya mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa (Ibr: nefesy, prinsip kehidupan) berarti menundukkan serta mengabdikan segala perasaan dan nafsu keinginan kepada kehendak Tuhan sehingga segenap potensi perasaan manusia menjadi sarana kehendakNya. Lalu, mengasihi Tuhan dengan segenap kekuatan berarti bertindak sekuat tenaga untuk menegakkan hal-hal yang dituntut oleh perintah Tuhan serta memberantas perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh perintah tersebut.
Dalam khotbah ini kita menemukan sutau perintah yang menarik. Setelah perintah untuk mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan disampaikan, menyusullah bagian berikutnya yakni perintah untuk mengajarkan Taurat Tuhan itu kepada generasi yang berikutnya. Dalam ayat 7 dikatakan: ”haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu ...”. Pengajaran perintah Tuhan yang disampaikan oleh orangtua itu tidak hanya bersifat sesewaktu atau sesekali saja namun harus dilaksanakan secara berulang-ulang dan berkelanjutan. Kapan waktu mengajarkan perintah tersebut? Dikatakan, pada waktu duduk, dalam perjalanan, pada saat berbaring dan pada saat bangun; yang secara keseluruhan menunjukkan segenap aktivitas manusia sehari-hari, dari pagi hingga malam, selam jam kerja dan jam bebas atau jam istirahat. Selanjutnya, bagaimana cara atau metode mengajarkan perintah Tuhan itu? Dalam ayat 8-9 dijelaskan, yakni dengan cara mengikatkannya pada tangan, di dahi, pada pintu rumah dan pada pintu gerbang (band. Kel 13:9, 16; Ul 11:18). Perintah ini pada awalnya dipahami secara simbolis, yang artinya: hendaklah Taurat Tuhan menjadi pedoman yang mengendalikan segala kegiatan tangan dan memonitor segala pandangan mata, juga mengatur persekutuan dalam rumah tangga, demikian juga dengan segala kegiatan politik, perdagangan dan bidang lainnya di tempat di mana umat berdiam. Dengan demikian jelaslah bahwa perintah pengajaran Taurat Tuhan ini dapat dikatakan sebagai sebuah peringatan yang berlapis-lapis, dimana tidak cukup hanya peringatan yang disampaikan kepada satu generasi namun harus tetap dilanjutkan dari generasi ke generasi. Tindakan ketaatan kepada perintah Tuhan tidak terbatas hanya pada satu generasi namun harus diikuti dengan pewarisan perintah Allah itu kepada generasi yang berikutnya sehingga kelanjutan, kesinambungan dan kelestarian pelaksanaan perintah Allah itu tetap terjaga dengan baik. Perintah ini dengan jelas menempatkan peranan orangtua sebagai pengajar utama dalam keluarga untuk mengajarkan perintah Tuhan Allah kepada anak-anaknya secara berkelanjutan, di segala tempat dan di segala situasi; juga dilengkapi dengan berbagai metode pengajaran yang relevan.
Saudara-saudari, Ibu, Bapak pembaca dan pendengar Renungan Harian Marturia HKBP yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Di tengah-tengah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi di era digital dan era robotik sekarang ini kita menyaksikan kecenderungan hati dan pikiran manusia yang tidak lagi mempercayai kuasa dan campur tangan Tuhan dalam kehidupannya. Dengan pencapain berbagai kemajuan dan perkembangan teknologi yang memudahkan kehidupan bahkan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi manusia, telah mengakibatkan semakin besarnya tumpuan manusia pada kemampuan akal pikirannya semata. Khotbah Epistel ini mengarahkan kita untuk setia berpegang pada ketetapan dan perintah Tuhan Allah yang perwujudannya dilakukan melalui tindakan mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan kita. Artinya seluruh keberadaan kehidupan kita, inti kepribadian, perasaan, akal budi dan tindakan kita hendaknya kita lakukan untuk memenuhi kehendak Tuhan. Selanjutnya yang tak kalah pentingnya ada pewarisan ketaatan dan kasih terhadap Tuhan Allah itu juga dilakukan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan dan berkelanjutan, agar eksistensi umat Allah yang takut akan Allah dan setia melakukan perintahNya itu tetap terjaga dan terpelihara sepanjang masa. Amin.
Doa Penutup: Tuhan Allah Bapa kami yang kami sembah dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kembali kami mengucap syukur dan terima kasih kepadaMu. Pada hari ini kami telah disapa melalui kebenaran firmanMu, yang mengingatkan kami agar takut akan Engkau dan setia berpegang pada ketetapan serta perintahMu. Ajarlah kami agar senantiasa melakukan tindakan mengasihi Engkau dengan segenap hati, segenap jiwadan dengan segenap kekuatan. Dengan demikian kami dapat menjadi umatMu yang senantiasa mewariskan iman kami melalui pengajaran perintah-perintah Tuhan kepada anak-anak kami khususnya dan generasi berikut pada umumnya, sehingga akan tercipta kesinambungan generasi umat Tuhan yang tetap eksis dan setia melakukan serta menghayati perintahMu. Biarlah kuasa Roh Kudus yang senantiasa membimbing dan menuntun kami menjadi orang yang menaati dan menghidupi firmanMu dalam berbagai aktivitas kehidupan kami. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa dan mengucap syukur. Amin.
EVANGELIUM
Doa Pembuka: Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal dan pikiran, kiranya memelihara hati dan pikiran Saudara dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. Amin.
Renungan
“MENGASIHI TUHAN ALLAH DAN SESAMA MANUSIA”
Evangelium: Markus 12 : 28 – 34
Nas:
Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: ”Hukum manakah yang paling utama?” Jawab Yesus: ”Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.” Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: ”Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.” Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: ”Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!”. Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.
Saudara-saudari, Ibu, Bapak pembaca dan pendengar Renungan Harian Marturia HKBP yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Seiring dengan majunya perkembangan zaman dan tingginya tingkat kompetisi di berbagai bidang pada saat ini, maka setiap orang akan berusaha dan berpacumeningkatkan kualitas dirinya. Banyak persiapan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas diri, ada yang memulai dari mempersiapkan kesehatan fisik maupun meningkatkan kecerdasan akal dan pikiran; ada juga yang memulai dari ikatan relasi komunikasi yang baik dengan orang lain. Akan tetapi secara kenyataan banyak yang terlena, yakni ketika mereka melakukan berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari hanya mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Padahal iman kita dengan jelas meyakini bahwa segala sesuatu tanpa mengandalkan Tuhan itu semuanya adalah sia-sia. Dalam ajaran kekristenan, acapkali kita mendengarkan tentang pentingnya perbuatan kasih. Berbicara tentang arti kasih tentulah juga berbicara tentang identitas kita sebagai orang percaya. Dalam Alkitab kita menemukan banyak sekali pengajaran tentang kasih sehingga dapat dikatakan bahwa kasih itu senbagai prinsip yang melekat dalam kehidupan orang percaya dan suatu tindakan yang harus kita wujudkan, tak bisa terlepas dari kehidupan kita. Kasih atau mengasihi bukan hanya sekedar keinginan sesaat, perbuatan yang dipenuhi dengan kepura-puraan atau sebagai tindakan formalitas untuk pencitraan diri sendiri atau kelompok, melainkan suatu sikap dan keputusan yang dilakukan secara sungguh-sungguh. Perbuatan kasihharuslah dilakukan dalam tindakan kebenaran. Perbuatan kasih merupakan respon kita terhadap kasih Allah yang luar biasa, karena Allah itu sendiri sudah terlebih dahulu mengasihi ciptaanNya. Maka kita yang telah menerima kasih Tuhanberupa pertolongan, belas kasihan, kebaikan, berkat dan anugerah dari Tuhan Allah haruslah mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan. Sejalan dengan itu kita juga harus mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri,meskipun untuk mewujudkan hal itu seringkali melalui berbagai perjuangan, kesukaran dan bahkan pengorbanan.
Sebelum perikop khotbah ini, dalam ayat 18-27 dijelaskan tentang penjelasan Yesus terhadap beberapa orang Saduki mengenai kebangkitan orang mati. Selanjutnya, dalam khotbah ini khususnya dalam ayat 28, dikatakan adanya suatu interaksi komunikasi antara seorang ahli Taurat (orang yang dikatakan bijaksana dan mengetahui akan hukum Taurat), datang ingin mencobai Tuhan Yesus dengan suatu pertanyaan mengenai Hukum manakah yang terutama harus dilakukan. Sebenarnya para ahli Taurat mengetahui jawabannya, tetapi mereka dengan sengaja memberikan pertanyaan yang menjebak dengan keinginan supaya Yesus dipersalahkan sepenuhnya. NamunYesus menjawab pertanyaan ahli Taurat tersebut dengan lugas dan tepat sasaran, Yesus berkata: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini” (ay. 29-31). Yesus menjawab pertanyaan ahli Taurat itu dengan mengutip dari Kitab Suci yang sudah dikenal umat Yahudi pada saat itu, terutama oleh para ahli Taurat, yaitu Ulangan 6:4-5 dan Imamat 19:18 Melalui jawaban Tuhan Yesus kepada ahli Taurat ini jelaslah bahwa Yesus menjawab semua pertanyaan mereka dengan bijaksana, mengena ke dalam tindakan kehidupan dan disertai dengan tuntunan untuk melakukan setiap aspek kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hal ini terlihat dalam pengakuan sang ahli Taurat itu, bahwa dia mengakui jawaban Yesus itu adalah jawaban yang tepat dan benar. Dalam pengakuannya ahli Taurat itu berkata: “Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama daripada semua korban bakaran dan korban sembelihan” (ay. 33). Melalui pengakuan ini jelaslah ahli Taurat itu menyadari dengan ketulusan hati dan memahami dengan kedalaman akal pikirannya tentang kebenaran perkataan Tuhan Yesus itu; serta tidak ada sedikitpun sanggahan darinya. Dengan memperhatikan ketulusan hati dan keterbukaan sang ahli Taurat terhadap perkataan Yesus, maka Yesus memberi penegasan kepadanya: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah! (ay. 34). Dengan perkataan ini Yesus hendak menegaskan tentang keterbukaan ahli Taurat itu terhadap nilai, pedoman, tuntunan dan sikap hidup sebagai perwujudan hidup dalam Kerajaan Allah, sebagaimana yang dikehendaki Allah dalam hidup orang percaya.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan Yesus. Sesuai dengan topik Minggu XXIII setelah Trinitatis pada hari ini yaitu: “Mengasihi Tuhan Allah dan sesama manusia”, demikianlah inti pesan nas yang menjadi perenungan dan penghayatan kehidupan kita. Melalui topik minggu ini kita merenungkan 2 (dua) hal. Pertama, hendaklah kita senantiasa mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan. Kata “hati” (Yun.: kardias), jiwa (Yun.: psyche), akal budi (Ing.: mind, Yun.: dianoias), dan kekuatan (Ing.: strength, Yun.: ischuos) menunjukkan keseluruhan aspek hidup manusia atau manusia seutuhnya. Artinya, perbuatan mengasihi Allah dan melakukan perintahNya merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Jadi arti dari mengasihi Allah dengan segenap hati, atau melakukan hukum yang utama, bukanlah hanya melalui ucapan semata atau cukup hanya dengan duduk mengikuti kebaktian di bangku gereja setiap Minggunya. Tidak cukup hanya dengan ucapan dan dalam peribadahan semata. Karena sesungguhnya mengasihi Allah adalah sebuah komitmen yang teguh dan tindakan yang konsisten untuk melakukan segala sesuatu yang berkenan kepadaNya, atau yang dikehendakiNya. Perbuatan mengasihi Allah dengan ucapan dan perbuatan seharusnyamerupakan tindakan kontinu yang kita lakukan setiap hari, secara pribadi maupun bersama dengan anggota keluarga, rekan sekerja, teman-teman dan segenap orang percaya di manapun berada.
Dalam pandangan Tuhan Yesus, tindakan mengasihi Allah dalam seluruh aspek kemanusiaan kita para pengikutNya sangat penting dan berada di atas segala-galanya. Yesus Kristus mengatakan bahwa mengasihi Allah bukanlah merupakan kewajiban agamawi yang hanya diperlihatkan melalui perbuatan baik ataupun sikap menjalankan ibadah yang disiplin atau radikal. Mengasihi Allah juga bukan merupakan suatu ajakan atau seruan, tetapi merupakan sebuah ketentuan yang tidak bisa tidak, suatu keharusan yang dilaksanakan dan bukanlah sebuah ibadah yang dibuat-buat seperti para ahli Taurat lakukan. Perkataan tegas yang disampaikan Tuhan Yesus tersebut sekaligus merupakan teguran keras bagi para ahli taurat yang menganggap bahwa hukum Taurat jauh lebih penting dan terutama, seperti yang selama itu mereka yakini dan ajarkan kepada orang Yahudi. Bagi Tuhan Yesus, melaksanakan hukum Taurat tidak akan berarti apa-apa dan tidak membawa perubahan jika orang yang melakukan itu tidak mengasihi Allah yang memberikan hukum itu dan di saat yang sama tidak memperlihatkan hal itu di dalam kualitas hubungannya dengan sesama manusia dalam bentuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan kita Yesus Kristus, mengasihi dengan bijaksana berarti kita dituntut menjadi pelaku bukan sebagai obyek, lalu bagaimanakah caranya kita mengungkapkan dan menerapkannya? Bila kita lihat kondisi di zaman modern saat ini, tingkat kejahatan dan persaingan di antara sesama manusia sangat jelas kita rasakan, baik itu dari aspek politik, ekonomi, budaya dan berbagai aspek kehidupanyang lainnya. Lalu apakah kita harus seturut dengan cara-cara dunia ini, misalnya dengan melakukan suatu bentuk pembalasan bila ada orang yang menyakiti kita dari berbagai aspek? Sebagai orang Kristen, kita haruslah meneladani Tuhan Yesus melalui perkataanNya yang sangat terkenal: “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu” (Mat 5:43-44). Artinya perintah untuk mengasihi sesama manusia semakin diperluas hingga ke ranah mengasihi musuh dan mendoakan orang yang telah melakukan kejahatan kepada kita. Selanjutnya dalam kaitan tindakan mengasihi, dalam kitab 1 Yohanes 3:13-14 diingatkan, ”Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu. Kita tahu, bahwa kita sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut”. Jelaslah bahwa orang yang telah menerima hidup baru melalui keselamatan yang telah dianugerahkan Allah melalui pengorbanan oleh Tuhan Yesus, kasih haruslah menjadi bagian yang melekat, tak terpisahkan dalam hidup kesehariannya.
Dalam kaitan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, salah satu prinsip duniawi yang sering dipraktekkan orang adalah balas dendam. Jikalau ada orang-orang di dunia ini berprinsip bahwa pembalasan harus dilakukan terhadap suatu tindak kejahatan, sesungguhnya firman Tuhan berkata supaya jangan ada orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan, namun dikatakan: “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Rm 12:21). Dengan demikian kita harus senantiasa mengusahakan perbuatan yang baik terhadap semua orang. Banyak sekali orang yang berusaha mengejar keinginan maupun cita-citanya, baik itu untuk dirinya sendiri, keluarga dan kerabat dekat dengan cara yang kurang berkenan dengan perintah dan kehendak Allah. Akan tetapi mereka lupa bahwa hidup di dunia ini hanyalah sesaat saja. Tuhan Allah menciptakan kita sebagai manusia yang segambar dengan Dia juga berarti bahwa Allah menghendaki kita ciptaanNya untuk mengasihi Dia dan mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri, dalam hal ini juga termasuk melalui perbuatan mengalahkan kejahatan dengan kebaikan. Tuhan Yesus mengingatkan kita dengan perkataanNya: “Inilah perintahKu kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain” (Yoh 15:17). Dengan demikian, tindakan kasih merupakan perwujudan melakukan perintah Tuhan Yesus. Sebagai contoh, ketika kita melihat ada dari beberapa saudara kita yang mengalami kesusahan, hendaklah kita rela dan sigap memberikan pertolongan yang diperlukan. Masih banyak contoh-contoh tindakan kasih terhadap sesama yang dapat kita lakukan, sekaligus juga sebagai tindakan yang tak terpisahkan dengan sikap mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran dan kekuatan.
Saudara-saudari yang dikasih Tuhan Yesus Kristus, kematian Tuhan Yesus yang telah mengasihi kita melalui kematianNya di kayu salib. Dia rela menanggung penderitaan dan kematian di kayu salib, sehingga kita diselamatkan dari kuasa iblis, dosa dan maut kekal. Melalui ketaatan dan perendahan diriNya untuk menderita, Yesus menanggung dosa kita di kayu salib demi keselamatan kita semua. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya (Yoh 15:13). Oleh karena itu biarlah kasih yang berasal dari Tuhan Yesus melalui Roh Kudus senantiasa membimbing dan menuntun kita menjadi para pengikut Kristus yang menghidupi kasihNya dengan mengasihi sesama seperti diri kita sendiri. Amin.
Doa Penutup: Tuhan Allah Bapa kami yang kami sembah dalam nama Tuhan Yesus Kristus, kembali kami mengucap syukur dan terima kasih kepadaMu. Pada hari Minggu ini kami telah disapa melalui kebenaran firmanMu, kiranya firmanMu berbuah, bertumbuh dan dapat kami terapkan dalam kehidupan kami sehari-hari. Ajarlah kami agar senantiasa melakukan tindakan mengasihi Engkau dengan segenap hati, segenap jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan. Demikian juga mampukanlah kami untuk mengasihi sesama kamiseperti diri kami sendiri melalui perbuatan nyata dalam kehidupan keseharian kami. Biarlah kuasa Roh Kudus yang senantiasa membimbing dan menuntun kami menjadi orang yang menaati dan menghidupi firmanMu dalam berbagai aktivitas kehidupan kami. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus kami berdoa dan mengucap syukur. Amin.
Pdt. Herwin P. Simarmata, M.Th- Kepala Biro KategorialAma dan Lansia
Kantor Pusat HKBP, Pearaja-Tarutung