Tarutung (1/12) – HKBP memberikan perhatian serius atas bencana ekologi yang terjadi di wilayah Sumatera sejak 24 November 2025, terutama di titik bencana yang memprihatinkan, yaitu: Sibolga, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Aceh, Medan, dan beberapa daerah di sekitarnya. Sebagai bentuk tanggung jawab gerejawi, Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, MST, melakukan peninjauan ke jemaat-jemaat terdampak, menyerahkan bantuan sebagai dukungan nyata bagi warga yang kehilangan rumah dan mata pencaharian, dan mengupayakan donasi bantuan yang sudah terkumpul sekitar Rp. 1,8 Miliyar per tanggal 1 Desember 2025 – sesuai laporan Bendahara Umum HKBP, Pdt. Manaris Simatupang.
Sumatera benar-benar berduka ketika banjir bandang dan longsor menerjang sejumlah wilayah pada akhir November, membawa material lumpur, bebatuan, dan – yang paling mencolok – gelondongan kayu hasil pembalakan hutan yang terseret derasnya arus. Pemandangan itu bukan hanya menegaskan eskalasi kerusakan lingkungan yang telah lama diperingatkan HKBP, tetapi juga memperkuat suara gereja dalam memperjuangkan kelestarian tanah leluhur. Di tengah situasi darurat ini, HKBP melakukan berbagai upaya untuk memastikan pelayanan kemanusiaan hadir di tengah-tengah masyarakat yang terdampak, bukan hanya kepada jemaat HKBP, tetapi juga kepada penduduk sekitar.
Bencana ini telah mengakibatkan puluhan ribu warga mengungsi, rusaknya ribuan bangunan termasuk rumah, terputusnya jalur transportasi darat, serta melumpuhkan aktivitas perekonomian lokal. Laporan lapangan menunjukkan sejumlah sungai besar membawa ribuan potongan kayu berukuran besar, yang dalam kondisi normal tidak mungkin berada di aliran sungai kecuali akibat penebangan massif yang meninggalkan hutan gundul di hulu. Aparat pemerintah daerah juga mengonfirmasi bahwa tingginya volume kayu yang terseret banjir menjadi salah satu faktor yang memperparah kerusakan.
Menurut Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana (Pusdatin BNPB) – 01/12/2025, jumlah korban meninggal: 604 orang, korbang hilang: 464 orang, korban luka: 2.600 orang, warga terdampak: 1,5 juta orang, dan jumlah pengungsi: 570 orang. Data ini masih terus bertambah karena masih banyak daerah yang masih terisolasi diakibatkan putusnya akses jalan, padamnya listrik, dan jaringan komunikasi yang belum bisa digunakan. Meskipun demikian, Ephorus HKBP tetap menginstruksikan dan mengupayakan pendataan kebutuhan warga terdampak serta mengoordinasikan pelayanan tanggap darurat melalui Diakonia HKBP, Distrik dan Gereja HKBP terdekat, serta para pelayan yang berada di wilayah bencana.
Melihat kenyataan ini, HKBP memaksimalkan upayanya untuk melakukan gerakan kemanusiaan sekaligus menguatkan pesan betapa pentingnya alam untuk dipelihara dan dijaga dengan baik. Sejak awal, HKBP berada di garis depan dalam isu penyelamatan lingkungan, termasuk perjuangan terkait penutupan industri yang merusak alam dan hutan masyarakat. Suara profetis gereja itu kembali relevan ketika data lapangan membuktikan betapa rapuhnya kondisi hutan di Sumatera akibat eksploitasi yang tidak terkendali.
Suara profetis HKBP berdampingan dengan aksi sosial yang aktual untuk memberi penguatan kepada seluruh warga jemaat yang terdampak. Senin, 1 Desember 2025, Ephorus HKBP didampingi Sekretaris Jenderal HKBP (Pdt. Rikson M. Hutahaean, M.Th), Kepala Departemen Marturia (Pdt. Bernard Manik, M.Th), Praeses Distrik II Silindung (Pdt. Drs. Donald Sianturi, M.Div), dan rombongan Kantor Pusat HKBP berangkat dari Pearaja menuju Adiankoting. Rombongan HKBP membawa sejumlah bantuan berupa bahan makanan untuk disalurkan bagi warga yang terdampak.
Sepanjang perjalanan di lintas Sumatera menuju Sibolga cukup banyak ditemukan titik longsor yang mengharuskan para pengendara untuk berhati-hati melewatinya. Mulai dari Ugan, Simatemate, Lobu Pining, Adiankoting, Sibalanga, Parsikkaman, dan masih terputus di Sitahuis sehingga akses jalan ini belum dapat digunakan untuk mencapai Sibolga.
Dalam perjalanan Rombongan HKBP yang dipimpin oleh Ephorus HKBP melakukan perhentian pertama di HKBP Lobu Pining, salah satu titik posko bantuan HKBP. Pada kesempatan itu, Ephorus memberikan penguatan rohani kepada para jemaat yang kehilangan rumah, keluarga yang masih mengalami trauma, serta warga sekitar yang turut merasakan dampak bencana. Dalam tradisi Batak, simbol penghiburan dan pemulihan batin boras si pir ni tondi kembali menjadi tanda kepedulian rohani yang diberikan oleh Ephorus kepada beberapa keluarga sebagai penguatan, bahwa sekalipun rumah dan harta benda mereka hilang, Tuhan tetap hadir menyertai kehidupan mereka dan gereja hadir bersama mereka sebagai sahabat seperjalanan.
Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke HKBP Adiankoting Julu. Di jemaat ini, sejumlah keluarga mengalami kerusakan rumah serta kehilangan ladang dan ternak yang menjadi sumber penghasilan harian mereka. Jemaat yang berkumpul menyampaikan pengalaman mereka menghadapi banjir dan longsor yang datang tiba-tiba. Ephorus memberikan penguatan melalui Firman dan doa, menegaskan bahwa pada masa-masa sulit ini agar seluruh jemaat HKBP saling menopang.
Salah satu keluarga, jemaat HKBP Adiankoting, menghadapi kejadian yang begitu pilu karena harus meregang nyawa diakibat longsor yang menimpa kediaman mereka. Tepat beberapa hari sebelumnya, 28 Nopember 2025, Kepala Departemen Diakonia (Pdt. Eldarton Simbolon, D.Min) didampingi Praeses HKBP Distrik II Silindung telah mengunjungi korban tersebut, yaitu Keluarga B. Sitompul/br. Hubarat, di Pagaran Pisang, Adiankoting. Bapak B. Sitompul (49) dan salah satu anaknya yang masih berumur 7 bulan harus direlakan oleh Ibu Hutabarat. Menurut kronologi yang diinformasikan, peristiwa dukacita tersebut terjadi pada tanggal 27 Nopember pada pukul 02.00 WIB. Longsor yang menimpa rumah mereka telah mengubur seluruh keluarga, sementara Ibu Hutabarat dapat selamat karena lumpur tidak melewati leher dan harus mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya.
Gerakan kepedulian sosial rombongan HKBP juga menyalurkan bantuan bagi warga yang berkumpul di HKBP Lobu Pining dangn HKBP Adiankoting, berupa bahan makanan, seperti beras, minyak goreng, mie instan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Bantuan ini dikoordinasi oleh Sekjen HKBP bersama distrik dan jemaat setempat. Bukan hanya kepada jemaat HKBP, penduduk sekitar yang membutuhkan bantuan juga berkumpul di lokasi tersebut.
Setelah itu, upaya rombongan untuk menjangkau Sibelanga dilanjutkan oleh Praeses Distrik II Silindung, sampai ke Desa Parsikkaman. Perjalanan tidak dapat dilanjutkan karena terputusnya akses jalan di Sitahuis, sehingga rombongan HKBP harus kembali ke Pearaja. Dan kemudian pada malamnya, Pdt. Rikson Hutahaean, M.Th, bersama rombongan yang telah berkumpul di Pearaja melanjutkan Kembali perjalanan menuju Sibolga melalui jalur lintas Sidingkalang untuk mengantarkan bantuan logistic, khususnya bantuan jaringan komunikasi bagi penduduk yang ada di Sibolga agar dapat memberikan perkembangan informasi, menghubungi keluarga atau kerabat dekat mereka, dan diharapkan dapat membuat penyaluran bantuan berjalan efektif.
Bencana ini telah menarik perhatian dari berbagai kalangan, yang kemudian mendorong solidaritas sehingga bantuan masih terus mengalir. Selain pengumpulan donasi yang masih dilakukan HKBP sampai saat ini, beberapa gereja dan distrik juga telah menyalurkan bantuannya. Beberapa di antaranya telah mengantarkan bantuan berupa makanan dan pakaian ke Kantor Pusat HKBP, seperti Distrik IV Toba pada tanggal 1 Desember 2025 telah mengantarkan bantuan yang dikumpulkan dari para jemaat, agar dapat disalurkan dengan tepat oleh HKBP ke berbagai titik bencana yang menjadi prioritas.
Di tengah upaya tanggap darurat yang sedang dilakukan, HKBP mengajak seluruh jemaat untuk memberikan dukungan doa, tenaga, dan bantuan materi. Semangat solidaritas Kristen menjadi kekuatan besar yang memungkinkan pelayanan HKBP menjangkau lebih banyak keluarga terdampak. Komitmen gereja dibangun atas keyakinan bahwa pemulihan masyarakat tidak boleh dipisahkan dari pemulihan alam—dua aspek yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan.
HKBP menegaskan bahwa tragedi ini harus menjadi titik tolak bagi perubahan cara pandang terhadap pengelolaan lingkungan di Sumatera. Gereja memandang bahwa setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan keberlanjutan jangka panjang, bukan hanya keuntungan sesaat. Dengan dukungan jemaat, pemerintah, serta masyarakat luas, HKBP berkomitmen untuk terus memperjuangkan ekosistem yang sehat bagi generasi mendatang, dan untuk saat ini aksi HKBP akan berfokus pada bantuan kemanusiaan yang harus segera disalurkan ke berbagai titik lokasi bencana.













