RIAU (17/8) – Pekan lalu (6/8), puluhan pendeta dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Distrik XXII Riau berkumpul untuk sebuah diskusi penting. Bukan hanya tentang khotbah atau liturgi, tetapi tentang transformasi berbasis digital yang sedang digulirkan oleh gereja. Rapat yang dihadiri langsung oleh Sekretaris Jenderal HKBP, Pdt. Rikson Hutahaean, M.Th, ini menunjukkan keseriusan HKBP untuk beradaptasi dengan era modern, tanpa kehilangan identitasnya sebagai “Tubuh Kristus.”
Dalam acara yang juga diisi oleh pemaparan dari Sekretaris Universitas HKBP Nommensen (UHN), Pdt. Dr. Enig Aritonang, perhatian utama tertuju pada bagaimana teknologi dapat menjadi alat untuk memperkuat pelayanan. Pdt. Rikson Hutahaean, dalam paparannya, menegaskan bahwa HKBP memiliki dua “proses bisnis” yang berbeda: sebagai sebuah organisasi dan sebagai Tubuh Kristus.
Dua Sisi HKBP: Organisasi dan Tubuh Kristus
Pdt. Rikson menjelaskan bahwa sebagai organisasi, HKBP beroperasi layaknya sebuah institusi besar yang memiliki aturan, struktur, dan manajemen. Aspek ini seringkali cenderung mengejar modernisasi, tetapi di situlah letak bahayanya. Jika hanya berfokus pada efisiensi ala korporat, gereja bisa kehilangan jati dirinya.
Sebaliknya, sebagai Tubuh Kristus, HKBP berfokus pada pelayanan dan misi. Ini adalah inti dari gereja. Manajemen gerejawi, menurutnya, tidak boleh sama dengan manajemen korporat. Perbedaannya sangat mendasar.
Manajemen Korporat vs. Manajemen Gerejawi
Manajemen Korporat | Manajemen Gerejawi |
Tujuan utamanya adalah mencari keuntungan dan efisiensi. | Fokusnya adalah pada pelayanan dan misi. |
Keuangan menjadi penentu. Jika pemasukan sedikit, pengeluaran harus ditekan, bahkan dengan memberhentikan karyawan. | Pertumbuhan jumlah pelayan dan misionaris harus terus berjalan, bahkan di tengah kesulitan keuangan. |
Karyawan adalah “tenaga upahan” yang bisa diberhentikan. | Para pelayan tidak boleh dianggap sebagai “tenaga upahan.” |
Pdt. Rikson menekankan, gereja bukanlah perusahaan yang harus memecat atau merumahkan pelayannya hanya karena pemasukan menurun. Misi gereja untuk menjangkau jiwa tidak boleh terhambat oleh kondisi keuangan.
Transformasi Berbasis Digital: Adaptasi Tanpa Kompromi
Untuk menyeimbangkan kedua sisi ini, HKBP sedang menjalani transformasi berbasis digital yang masif. Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi, tetapi dengan satu syarat: tidak meniru cara dunia.
Beberapa langkah konkret yang sedang dan akan diterapkan meliputi:
- Pembaharuan Perilaku: Setiap pelayan dituntut untuk beradaptasi dengan teknologi. Sistem absensi digital, misalnya, akan diterapkan untuk mengontrol kedisiplinan dan memastikan penggunaan keuangan yang tepat, di mana tunjangan jabatan akan terpotong secara otomatis jika pendeta tidak melakukan absensi digital.
- Manajemen Aset dan Personalia: Nomor handphone dan Nomor Induk Pegawai (NIP) setiap pelayan akan terintegrasi dalam satu sistem. Ini akan memudahkan komunikasi, penggajian, dan pemetaan potensi pelayan. Dengan demikian, penempatan tugas dapat dilakukan secara adil dan objektif, meminimalisir konflik dan praktik-praktik favoritisme.
- Digitalisasi Data dan Keuangan: Data jemaat akan diisi secara daring, memudahkan pendataan ulang tahun dan acara-acara penting. Sistem ini juga akan memantau dan memberi peringatan jika ada data yang belum diperbarui. Selain itu, sistem keuangan akan terpusat dan transparan, mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran secara digital.
- Pemetaan Potensi Jemaat: Sebuah dashboard jemaat akan membantu gereja menganalisis data, termasuk kontribusi persembahan. Hal ini dapat memberikan gambaran apakah sebuah resort atau distrik sudah mandiri secara finansial atau masih disubsidi.
Pdt. Rikson menegaskan bahwa transformasi ini adalah cara untuk memastikan HKBP tetap relevan di era digital. Ini bukan tentang menjadi seperti perusahaan modern, melainkan tentang menciptakan manajemen yang lebih profesional dan adil, yang berlandaskan pada semangat “berpikir gerejawi, bertindak gerejawi.”Teknologi hanya menjadi alat pendukung, bukan tujuan utama. Dengan demikian, gereja dapat menjadi lebih transparan, efisien, dan fokus pada misinya, yaitu melayani umat Tuhan.