Ephorus: Walau Belum Ada Uji Kelayakan Tutor, tapi Mereka adalah Perpanjangan Tangan Pusat


Memperlengkapi Calon
Pelayan HKBP supaya menjadi pelayan yang tangguh serta mampu menghadapi
tantangan jaman tidak cukup hanya melalui Latihan Persiapan Pelayanan (LPP)
yang diadakan dengan materi LPP yang ditetapkan, tetapi disadari juga pengaruh
peran tutor cukup berpengaruh bagi calon pelayan tersebut. Demikian pentingnya,
mengoptimalkan pembinaan Calon Pelayan bukan saja dikhususkan kepada calon pelayan
tetapi juga kepada para pembimbing calon pelayan yang disebut dengan tutor,
inilah yang sedang berlangsung saat ini. Pimpinan HKBP Ompu i Ephorus HKBP Pdt.
Dr. Darwin Lumbantobing memberikan bimbingan kepada para tutor bertempat di
Perkampungan Pemuda HKBP – Jetun Silangit 16 Mei 2019.

Pembinaan Tutor
Gelombang Kedua ini diikuti dari beberapa Distrik diantaranya Distrik VI Dairi,
Distrik X Medan Aceh, Distrik XXIII Binjai Langkat, Distrik XXIX Deli Serdang,
dan Distrik XXXI Medan Utara, dengan jumlah keseluruhan 61 orang peserta.
Pembinaan yang berlangsung sejak kemarin Rabu (15/05/2019) sampai Sabtu
(18/05/2019), diisi dengan arahan – pembinaan dari para narasumber baik dari
Pimpinan HKBP, demikian sharing dengan
Biro – biro Kantor Pusat, demikian dilanjut dengan lokakarya .


Mengingat pentingnya
peranan tutor dalam mendampingi, memperlengkapi, mengawasi, dan membimbing
calon pelayan HKBP melaksanakan praktek pelayanan sesuai dengan tohonannya
masing – masing, maka HKBP menyelenggarakan lokakarya khusus bagi para tutor
untuk duduk bersama selain memikirkan upaya pengembangan calon pelayan tetapi
terlebih dahulu dibekali dengan arahan bagaiman realita peranan para tutor di
tengah – tengah pelayanan.

Ompu i Ephorus HKBP
mengupas secara detail bagaimana pengaruh seorang tutor bagi calon pelayan. Di
lapangan pelayanan, ada banyak praktek pelayanan yang bisa dikatakan tidak
seragam, misalnya tentang teknis pelayanan memberkati, apakah calon pelayan
bisa atau tidak memberkati menutup ibadah minggu? Lalu adanya perbedaan teknis
pelaksanaan Sakramen Perjamuan Kudus ketika sudah menjadi Pendeta, adanya
beragam cara memakai jubah, perangkat pelayanan, bahkan juga gaya berkhotbah,
dan ada banyak lagi yang berbeda di lapangan pelayanan, ketika dipertanyakan
kenapa begitu caranya, dominan jawaban calon pelayan atau pendeta muda yang
baru menerima tahbisan adalah karena itu yang diterima dari seniornya masa
praktek, yang saat ini kita katakan dengan nama tutor. Jadi perilaku, gaya
pelayanan, dan pemahaman akan pelayanan pun seolah diwariskan secara turun
temurun dari senior (tutor) kepada calon pelayan yang nantinya menjadi pelayan
tahbisan di HKBP, lalu itu akan terulang kembali bahkan ada penambahan masing –
masing yang ikut diwariskan. Ini membuktikan peran seorang tutor sangat penting
bagi calon pelayan. Misalnya saja, ada yang di masa praktek sudah ada yang
memberkati menutup ibadah minggu, tetapi ada yang tidak diizinkan tutornya.
Bahkan ada yang di masa praktek sudah melayani agenda acara pemakaman, dan ada
pula yang di masa praktek telah memberkati pernikahan, itu dikarenakan ada izin
dan perintah dari tutor, padahal sebenarnya belum ada kesepakatan atau
keputusan tentang ini di HKBP. Akhirnya sesama calon pelayan pun
memperbincangkan perbedaan tersebut, bahkan juga kadang saling tuding menuding
kesalahan bagi para tutor atau pelayan lainnya. Oleh karena itu, kami memanggil
para tutor bukan untuk mendengar kritikan tetapi duduk bersama membicarakan
bagaimana upaya pengembangan calon pelayan HKBP dengan membuka realita
pelayanan yang bisa kita pakai untuk mengevaluasi apa yang perlu dibenahi.
Memang dengan lamanya usia HKBP, ini menjadi evaluasi bagi kita karena belum
ada panduan atau pedoman untuk pendampingan calon pelayanan ataupun sebagai
tutor, kata Ompu i Ephorus HKBP.

Ompu i Ephorus
menambahkan, pengamatan kami terkesan banyak jemaat maupun Pendeta yang
menginginkan Calon Pelayan dikaenakan karena kebutuhan balanjo yang murah, mudah diganti bila tidak cocok karena hanya
setahun tetapi kalau cocok diminta untuk tetap, bisa menjadi suruhan karena
masih calon pelayan. Kondisi ini membuktikan sasaran kehadiran calon pelayan
tidak tercapai. Misalnya, bila ada Calon Pelayan di depan seorang tutor, belum
ada gagasan atau inisiatif apa yang perlu mereka lakukan dan dilakukan untuk
mereka sebagai tutor, belum ada yang ditetapkan apa yang perlu dicapai seorang
tutor untuk pendampingan calon pelayan, seperti hanya melakukan hal – hal
rutinitas pelayan saja.

Kelemahan pada kita,
kita belum sampai pada kriteria kelayakan siapa yang layak menjadi tutor.
Tetapi realitas di pelayanan HKBP, jemaat maupun pendeta ataupun tutor meminta
atau menerima calon pelayan bukan dikarenakan kelayakan menjadi tutor tetapi
masih dikarenakan kebutuhan dan kemampuan jemaat untuk menyediakan balanjo untuk calon pelayan. Kalau
jemaat tidak mampu, tidak akan menerim dan meminta calon pelayan, tetapi kalau
mampu maka akan diupayakan meminta dan menerima calon pelayan, masih
dikarenakan kemampuan kehidupan jemaat. Lalu bagaimana dengan kita saat ini, marilah
kita jujur, kenapa kita meminta calon pelayan?


Ompu i Ephorus juga
menegaskan kalau Para Tutor merupakan perpanjangan tangan dari Ephorus HKBP
untuk memberikan pendampingan, pengamatan, dan pembinaan calon pelayan di
tempat pelayanan masing – masing. Pimpinan HKBP pasti mempertimbangkan hasil
pengamatan dan penilaian bahkan saran – saran dari masing – masing para tutor
tentang calon pelayan, bisa saja di masa praktek pertama calon pelayan itu
menerima pujian dari tutor tetapi pada masa praktek kedua calon pelayan itu
justru menerima nasehat bahkan catatan khusus tentang kelemahan dari tutor
keduanya, ini bisa saja terjadi. Oleh karena itu, para tutor sangat diharapkan
benar – benar untuk melaksanakan pendampingan agar calon pelayan menjadi lebih
baik baik dalam perilaku maupun pelayanannya, tutur Ompu i Ephorus.

Kepala Biro Pembinaan
Pdt. Darwin Sihombing sebagai moderator melanjut acara dengan memandu acara
sesi tanya jawab yang disambut antusias para tutor diantaranya, Pdt. Ramses Lumbangaol,
membenarkan dan setuju dengan arahan Ephorus HKBP karena belum ada pedoman atau
panduan pendampingan calon pelayan sehingga terjadi perbedaan di pelayanan. Hal
senada juga disampaikan Pdt. Predlin Bancin perihal panduan dan pedoman untuk
para tutor. Lalu Pdt. Kana Silitonga, meminta arahan bagaimana fungsi tutor
bisa sinergi dan kesejajaran bukan hanya teknis pelayanan tetapi juga
teologinya. Dilanjut dengan Pdt. Daminna Lumbansiantar mengutarakan kami
memahami kalau kehadiran kami sangat berarti sekali seperti yang diutarakan
Ompu i Ephorus tadi, kalau kami merupakan perpanjangan tangan pusat menjadi
tutor. siapa tutor sejati yang boleh dihadirkan untuk pendamping calon pelayan?
Siapa tutor kepada pendeta yang masih muda? Dan siapa tutor yang dipersiapkan untuk
pendeta yang masa tahbisannya 5 – 10 tahun? Sangat perlu dipersiapkan selain
Praeses masing – masing. Banyak terbentur mengenai moral karena apa yang
disampaikan tutor tidak sejalan dengan apa yang menjadi aksi pelayanan tutor
itu sendiri.


Selain itu Pdt. Elzas
Siahaan mengatakan kalau boleh penempatan calon pelayan harus sejak awal di
satu jemaat, bukan di pertengahan misalnya sebentar lagi mau penahbisan. Bahkan
kalau boleh, di Surat Penugasan pun ada baiknya diterakan dengan pastinya
jumlah balanjo. Demikian kriteria
beban jemaat untuk memberangkatkan penahbisan dan lainnya. Kemudian Pdt. Martin
Manullang berharap diperketat perekrutan calon mahasiswa STT HKBP karena
kedepannya mereka juga akan menjadi calon pelayan, karena ada yang jemaat HKBP
tetapi meminta rekomendasi bukan dari HKBP. Lebih rinci juga Pdt. Maridup Purba
mengatakan mungkin ada baiknya kesinambungan STT HKBP dengan Biro Pembinaan
menyangkut Calon Pelayan. Lalu Pdt. Victor Sihotang membenarkan kalau apa yang
diutarakan Ompu i Ephorus, mulai dari prolog tadi sudah membuka pola berpikir
kami para pendeta disini, ternyata banyak yang terjadi di pendampingan calon
pelayan masih sekedar kearifan lokal saja. Jadi penting sekali ada barometer
para tutor, kami para pendeta pun kadang masih terjadi kearifan lokal, misalnya
siapa yang bisa maragenda. Di jemaat, begitu lulus dari STT dianggap sudah serba
bisa, demikian perlunya ada kebakuan tentang balanjo Calon Pelayan.

Menyangkut Skill Calon Pelayan, Pdt. Games Purba
juga berharap sangat dibutuhkan pembekalan kemampuan calon pelayan selain
berkhotbah misalnya dengan kemampuan bertani, demikian dengan pembekalan
pentingnya supaya aktif di TLP dan Dana Pensiun HKBP supaya tidak menjadi
penunggak. Selain tentang harapan panduan pendampingan Calon Pelayan, Pdt.
James Pakpahan juga mengutarakan tentang harapan kalau pindah calon pelayan
agar ada juga pengganti kembali. Lalu Pdt. Guntur Simanjuntak mengatakan kalau
sudah saatnya dipikirkan kesinkronkan persiapan Calon Pelayan sampai ke
menerima tahbisan serta penempatannya ke tempat yang belum tersentuh pelayanan
gereja.   


Ompu i Ephorus
memberikan respon, memang perlu ada keberanian berteologi bagi kita para
pelayan HKBP dan sangat diperlukan ada koordinasi pelayanan. Tutor itu bisa
dikatakan sebagai pembina dikarenakan membina bukan sekedar verbal tetapi juga action, itu sebabnya peranan tutor
sangat penting. Penempatan Calon Pelayan itu pun bukan ditentukan dikarenakan
siapa tutornya tetapi dikarenakan tergantung kepada jemaat. Karena tutor pun
terkadang masih juga dipertimbangkan karena jejak rekam pelayananya sendiri.
Dalam keberadaan kita sekarang ini, masih ada yang benar – benar layak
memberikan bimbingan kepada Calon Pelayan. Mengenak finansial, memang ada
jemaat yang sangat memanjakan pelayan dengan balanjo yang baik, tetapi ada pula memprihatinkan karena balanjo pelayan sangat minim. Untuk
Calon Pelayan, ini salah satu perhatian dari tutor untuk benar – benar melihat
kebutuhan calon pelayan dengan baik.

Menanggapi tentang
lulusan STT HKBP, Ompu i mengatakan memang kehidupan seorang Calon Pelayan
ketika masa mahasiswa tidak sebanding luruh dengan ketika masa calon pelayan,
bisa saja terjadi perubahan setelah di lapangan pelayanan baik itu ke arah yang
lebih baik atau jangan – jangan justru menjadi kurang baik. Demikian dengan hal
– hal yang berkaitan dengan SOP, ini penting dibicarakan dan dirumuskan dengan
baik dan benar dengan mempertimbangkan kearifan lokal. Lalu perihal penempatan
Calon Pelayan, pengamatan kami, bukan hanya Calon Pelayan tetapi juga Pelayan
Tahbisan, hampir tidak ada yang berminat ke pelayanan Zending. Sementara kalau
dibandingkan dengan gereja Korea, mereka sudah memberikan perhatian serius tentang
zending. Kenapa di HKBP seperti minim, bisa saja dikarenakan karena seperti ada
kekuatiran bahkan jera kalau ditempatkan ke Zending. Kalau di gereja luar,
mereka yang di Zending juga dilengkapi dengan kebutuhan yang memadai tentang
kebutuhan hidup lebih rincinya tentang dana. Sementara di HKBP, sudah menderita
di pelayanan Zending, setelah kembali dari Zending pun tetap menderita, memang
ini perlu dibenahi secara serius termasuk pelayanan diakonia sosial, itu
pentingnya ada revitalisasi, kata Ompu i.


Lebih detail, Ompu i Ephorus menawarkan konsep
buku panduan pendampingan calon pelayan yang sudah ada dipersiapkan dengan
baik, dan bahkan bukan hanya kepada tutor tetapi juga kepada Calon Pelayan itu
sendiri dan kepada jemaat dimana calon pelayan itu berada untuk masa
prakteknya. Disinilah diaturkan teknis demikian dengan rancangan dimana tempat
pelayan praktek pertama, kedua, dan menyelesaikan prakteknya diaturkan termasuk
masukan sumbangsih pemikiran yang diutarakan tadi supaya sasaran yang
ditetapkan bisa tercapai. Kesinkronan antara Kampus dengan Kantor Pusat memang
perlu dikembangkan, itu sebabnya juga diadakan Koordinasi Kelima Sekolah
Lembaga Teologi HKBP dengan Pimpinan HKBP yang sudah ada dan masih terus
dikembangkan, kata Ompu i. Ompu i Ephorus juga menegaskan kalau di HKBP, jangan
ada pengelompokan tahbisan apalagi penolakan pelayan, ini harus dimulai dari
kita sendiri. Selain itu tidak ada juga di HKBP pembedaan antara Tahbisan
Perempuan dan Laki – laki, supaya jangan ada perbedaan apalagi penolakan karena
HKBP sudah jelas dengan sikapnya. Oleh karena itu di Calon Pelayan pun,
hendaknya bukan memilih – milih apakah perempuan atau laki – laki, tetapi berorientasi
untuk pembinaan calon pelayan tersebut. Demikian pula diharapkan para tutor
serius melakukan pendampingan calon pelayan termasuk dalam penggunakan IT yang
terus semakin maju, kata Ompu i. Sesi Ompu i Ephorus selesai Pkl. 13.00 Wib dan
tak lupa juga diabadikan dengan foto bersama. (APS)
















Scroll to Top