HKBP dan Kementerian Agama Bersinergi Serukan Penutupan Perusahaan Perusak Lingkungan di Tanah Batak

Dokumentasi

Jakarta (28/5) – Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) bersama tokoh masyarakat Sumatera Utara melakukan pertemuan dengan Menteri Agama, K.H. Nazaruddin Umar, pada Rabu sore. Pertemuan ini bertujuan untuk menyerukan aksi pelestarian lingkungan hidup di Tanah Batak, Sumatera Utara, menyusul dugaan kerusakan alam yang masif oleh sejumlah perusahaan swasta yang dikhawatirkan mengancam keberlanjutan hidup masyarakat Batak.

Seruan Penutupan Perusahaan Perusak Lingkungan

Dalam pertemuan tersebut, Ephorus HKBP, Pdt. Victor Tinambunan, secara tegas menyerukan penutupan operasi PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan PT Aquafarm Indonesia. Pdt. Victor menuding PT TPL telah bertahun-tahun merusak hutan tanaman industri dan lahan hutan milik rakyat dengan menanam eukaliptus di atas tanah adat masyarakat Desa Tanumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Sementara itu, PT Aquafarm Indonesia dituding telah merusak Danau Toba dengan membangun keramba jaring apung dan pernah membuang limbah ikan busuk, padahal Danau Toba adalah sumber air kehidupan bagi masyarakat.

“Gereja harus memikirkan, mengasihi generasi yang belum lahir sekarang,” ujar Pdt. Victor, menegaskan tanggung jawab agama terhadap kelestarian lingkungan. Ia juga menyatakan bahwa pimpinan gereja di Sumatera Utara, termasuk Keuskupan Agung Medan, telah bulat tekadnya untuk menyuarakan penutupan TPL. HKBP telah berkomunikasi dengan Kementerian Kehutanan dan kini dengan Kementerian Agama, karena merawat alam juga merupakan bagian dari ajaran agama.

“Bagaimana mengotori alam ini adalah dosa,” tegas Pdt. Victor, menggarisbawahi dimensi teologis dari pelestarian lingkungan.

Respon Menteri Agama: Ekoteologi dan Kurikulum Cinta Lingkungan

Menteri Agama, K.H. Nazaruddin Umar, menyambut baik seruan ini dengan pendekatan ekoteologi, yaitu relasi teologis-filosofis antara ajaran agama dan alam, khususnya lingkungan. Beliau menyoroti bahwa luasnya kerusakan hutan di Tapanuli Utara telah mengganggu kehidupan 3,4 juta warga dan berdampak pada perubahan iklim secara keseluruhan.

“Mari kita menjadikan kewajiban agama untuk memperbaiki, memelihara, mempertahankan ekosistem, menyelamatkan planet kita,” ujar Menteri Agama. Ia juga membandingkan dampak kerusakan lingkungan dengan perang, di mana korban akibat perubahan iklim bisa mencapai satu juta per tahun, jauh lebih dahsyat daripada korban perang.

Kementerian Agama, lanjutnya, berencana memasyarakatkan kurikulum cinta lingkungan di kalangan anak didik, agar mereka dapat saling mencintai satu sama lain, sekalipun berbeda agama, etnik, jenis kelamin, atau kewarganegaraan.

Upaya Ephorus HKBP ini rencananya akan disampaikan juga ke Kementerian Lingkungan Hidup dan pemangku kepentingan lainnya, agar seruan penutupan kegiatan usaha swasta yang merusak alam ini dapat ditindaklanjuti.

Scroll to Top