Jetun Silangit, Sumatera Utara — Konsultasi Nasional HIV dan AIDS Lintas Iman 2025, bertema “Breaking Barriers and Building Bridges – Mendobrak Hambatan dan Membangun Jembatan”, sukses diselenggarakan pada 16–17 Juli 2025 di Perkampungan Pemuda Jetun Silangit. Acara ini mempertemukan 130 peserta dari berbagai latar belakang agama, generasi, profesi, dan sektor untuk merumuskan langkah nyata dalam memperkuat respon nasional terhadap HIV dan AIDS di Indonesia.
Kegiatan ini menegaskan pentingnya kolaborasi pentaheliks, pemerintah, komunitas, dunia pendidikan, sektor industri, dan media, untuk mengatasi tantangan pencegahan dan pengendalian HIV, menghilangkan stigma, serta mendukung Orang dengan HIV (ODHIV) hidup sehat, produktif, dan bebas diskriminasi.
Hari Pertama: Solidaritas dan Edukasi
Acara dibuka dengan ibadah yang dipimpin Pdt. Pahala Simanjuntak, dosen STT, yang mengutip doa Santo Fransiskus, menyerukan kasih, pengampunan, dan harapan dalam pelayanan kepada ODHIV sebagai wujud nyata iman.
Konsultasi Nasional HIV dan AIDS Lintas Agama Tahun 2025 resmi dibuka oleh Kepala Departemen Diakonia HKBP, Pdt. Eldarton Simbolon, D.Min. Dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi kepada HKBP AIDS Ministry (HAM) yang telah 22 tahun melayani sebagai bagian dari panggilan gereja di tengah penderitaan dan ketidakadilan. Ia juga memberi penghargaan khusus kepada pimpinan HAM saat ini, Diakones Berlina Sibagariang.
Menurut beliau, HAM mewujudkan diakonia transformatif yang tak hanya melakukan diakonia karitatif saja. “HKBP melalui Departemen Diakonia berkomitmen mendukung penuh pelayanan ini. Kita tidak hanya berbicara soal angka dan program, tetapi soal kasih Allah yang memulihkan manusia,” tegasnya.
Sesi pertama oleh Romauli Nainggolan, SKM, M.Epid, dari Kementerian Kesehatan yang membawakan sesi Kebijakan nasional dan peran tokoh agama dalam Upaya pencegahan dan pengendalian HIV dan AIDS (Kementerian Kesehatan RI) menekankan perlunya peran aktif tokoh agama dan masyarakat dalam edukasi, pengurangan stigma, dan mendorong ODHIV mengakses layanan kesehatan. Ia menyoroti target 95-95-95 dan Ending AIDS 2030 melalui pendekatan lintas sektor yang sesuai budaya dan usia.
Pdt. Eldarton Simbolon, D.Min, dari Departemen Diakonia HKBP menyampaikan Refleksi Teologis Gereja, HIV dan AIDS dalam sesi kedua, menyatakan bahwa HIV bukan hanya isu medis, tetapi juga spiritual dan sosial. Gereja dipanggil menjadi agen kasih, bukan penghakiman, melalui edukasi jemaat, konseling pastoral, dan advokasi untuk ODHIV.
Ibu Diyah Tri Wahyuni, pada sesi ketiga pencegahan HIV kepada kelompok rentan dan calon pengantin menggarisbawahi pentingnya pemeriksaan HIV di fasilitas kesehatan dengan pendampingan profesional untuk mencegah dampak psikologis. Ia juga mendorong kolaborasi antara lembaga agama dan layanan kesehatan untuk edukasi serta skrining kesehatan reproduksi bagi calon pengantin.
Sesi berikutnya membahas tantangan pengendalian HIV di Tapanuli Raya, dipresentasikan oleh Dinas Kesehatan tujuh kabupaten (Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Tapanuli Selatan, Simalungun, Toba, Samosir, dan Dairi). Tantangan meliputi stigma, minimnya pemahaman masyarakat, dan keterbatasan layanan. Upaya seperti penyuluhan, mobile klinik, dan skrining calon pengantin telah dilakukan, namun masih terkendala logistik dan rendahnya kesadaran tes HIV. Solusi yang diusulkan mencakup pendekatan budaya, kolaborasi dengan gereja, dan edukasi pemuda.
Siang hari dilanjutkan dengan sesi pleno praktik terbaik dari gereja dan lembaga yang aktif dalam pencegahan HIV dan AIDS.
HAM Distrik Sibolga Tapteng Nias, didirikan pada 2022, melakukan penyuluhan dan pendampingan ODHIV, namun tes HIV pranikah dihentikan karena kurangnya edukasi dan kerahasiaan.
Pendidik Sebaya SMA S HKBP 1 Tarutung, sejak 2019, melatih siswa untuk mengedukasi teman sebaya tentang HIV dan AIDS, sedangkan El Jovan HKBP Lumban Lobu, berdiri sejak 2018, aktif memberikan penyuluhan di gereja dan masyarakat, termasuk kunjungan ke House of Love HKBP.
Pendidik Sebaya Desa Binjai, dimulai pada 2022, fokus mengedukasi generasi muda tentang ODHIV melalui sekolah minggu.
HAM Distrik Sumbagsel, berbasis di RS M. Husin Palembang, melakukan penjangkauan, penyuluhan HIV, dan donor darah rutin bersama PMI.
Komisi HIV AIDS GKBP, berusia 18 tahun, mengelola rumah singgah lintas iman untuk 20 ODHIV dengan konseling dan perawatan hingga akhir hayat.
Distrik XXII Riau mempromosikan kesadaran HIV melalui penyuluhan, pembagian mawar pada Hari AIDS Sedunia, dan donor darah. Pendidik Sebaya SMA HKBP 2 Tarutung mengkampanyekan generasi sehat dengan slogan “Tanpa seks bebas, tanpa narkoba, tanpa HIV dan AIDS.”
GBKP, dan komunitas mempresentasikan praktik terbaik, termasuk edukasi pranikah, pendampingan ODHIV, kampanye anti-stigma, penguatan pendidik sebaya, dan diskusi kelompok untuk mendobrak hambatan dan membangun jembatan.
Berbagi pelayanan terbaik dalam pelayanan HIV AIDS (Best practice) dari HKBP, GBKP, dan komunitas juga dipresentasikan, termasuk edukasi HIV untuk calon pengantin, pendampingan ODHIV, kampanye anti-stigma, dan penguatan pendidik sebaya. Hari pertama ditutup dengan diskusi kelompok tentang mendobrak hambatan dan membangun jembatan.
Hari Kedua: Komunitas dan Rencana Aksi
Hari kedua diawali dengan perenungan dari Yeheskiel 34:16, oleh Pdt. Mauli Aritonang Praeses HKBP Distrik XXXII Lampung HKBP yang menegaskan panggilan untuk mencari yang hilang, membawa pulang yang tersesat, dan menguatkan yang lemah—sejalan dengan misi gereja merangkul ODHIV.
Dalam sesi review, Pdt. Pahala Simanjuntak menegaskan pentingnya pemeriksaan HIV bagi calon pengantin (catin), dan mendorong HKBP segera menerbitkan peraturan resmi terkait hal ini. Usulan tersebut akan dibawa dalam rapat pendeta, praeses, MPS, dan sinode mendatang.
Usai, riview dilanjutkan oleh Diak. Berlina Sibagariang yang memaparkan 22 tahun perjalanan HKBP AIDS Ministry dalam pendampingan ODHIV. Selama 22 tahun pelayanannya, HKBP AIDS Ministry (HAM) telah menjadi lembaga acuan kepedulian HIV & AIDS di tingkat nasional. Dengan misi melakukan pencegahan, pendampingan, dan advokasi secara unggul, HAM melahirkan enam mandat pelayanan yang mendorong keterlibatan gereja dalam pengendalian HIV. HAM aktif menyebarkan informasi HIV kepada gereja dan masyarakat, menurunkan penyebaran HIV melalui pendekatan keagamaan, memberdayakan ODHIV dan OHIDA, serta membangun jejaring dengan gereja, LSM, dan pemerintah. Anak-anak dampingan di House of Love pun dapat bertumbuh sehat, mengenyam pendidikan, dan hidup tanpa stigma.
Dalam sesi “Komunitas sebagai Kunci Pencapaian Ending AIDS 2030”, beberapa anggota komunitas dampingan HKBP AIDS Ministry berbagi pengalaman tentang harapan dan kekuatan yang mereka temukan melalui pendampingan. Perwakilan dari komunitas Humbang, Tapanuli Utara, dan Toba menceritakan bagaimana mereka semula menghadapi berbagai pergumulan, dari tekanan batin hingga kehilangan harapan, namun perlahan bangkit karena pendampingan yang holistik dan penuh empati dari HAM.
Salah satu peserta dari Humbang mengisahkan dirinya sempat menutup diri karena statusnya, tetapi kini menjadi penggerak komunitas yang aktif. Seorang ibu dari Toba bercerita tentang perjuangannya memulai pengobatan setelah mengetahui status HIV-nya saat melahirkan. Peserta lain dari Tapanuli Utara mengingat masa-masa tersulit dalam hidupnya, hingga hampir menyerah, namun terselamatkan oleh uluran tangan komunitas dan pendamping. Dalam pengalaman mereka, komunitas bukan sekadar tempat berbagi, tetapi ruang yang menghadirkan pemulihan dan harapan baru.
Mereka berharap tidak ada lagi stigma terhadap ODHIV, gereja terus bersinergi dalam pelayanan yang ramah, dan pemerintah memperluas akses edukasi serta layanan kesehatan yang inklusif.
Kegiatan ini ditutup dengan ibadah yang dipimpin oleh Diakones Tia Sitorus sebagai liturgis dan Pdt. Oloan Nainggolan, Praeses Distrik VIII DKI Jakarta Raya, sebagai pengkhotbah, dengan firman dari Matius 25:40.
Dalam khotbahnya, Pdt. Oloan menegaskan bahwa pelayanan kepada orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) adalah pelayanan kepada Tuhan. Ia juga menyerukan agar gereja berani meminta maaf atas stigma yang pernah terjadi di masa lalu. Konsultasi Nasional HIV dan AIDS Lintas Iman 2025 secara resmi ditutup oleh Kepala Departemen Diakonia HKBP, Pdt. Eldarton Simbolon, D.Min., yang dalam sambutannya mengajak semua pihak yaitu pemerintah, LSM, tenaga medis, akademisi, tokoh lintas agama, dan masyarakat sipil—untuk terus bergandengan tangan dalam pengendalian HIV di Indonesia.
Sebagai bentuk komitmen menyebarkan informasi yang benar dan menekan stigma, HKBP AIDS Ministry menyerahkan alat dan bahan edukasi seperti lembar balik, buku, brosur, dan gantungan kunci edukatif kepada para peserta. Pada kesempatan tersebut, perwakilan Dinas Kesehatan Tapanuli Utara juga meminta dukungan HKBP melalui HAM untuk melatih pendidik sebaya bagi kaum muda Islam secara khusus yayasan Alfalah di Tarutung.
Kegiatan ini menghasilkan lima rekomendasi utama:
- Institusi Agama: Membentuk unit layanan HIV, konseling aman bagi calon pengantin, pendidik sebaya, serta budaya penerimaan tanpa stigma.
- Pemerintah: Mengaktifkan KPA daerah, mengalokasikan anggaran, menerbitkan regulasi pro-ODHIV, dan memperkuat sinergi lintas sektor.
- Layanan Kesehatan: Menyediakan layanan ramah ODHIV, menjaga kerahasiaan, memastikan ketersediaan ARV dan tes HIV, serta memperluas akses bagi ibu hamil dan populasi kunci.
- Pendidikan: Mengintegrasikan kurikulum kesehatan reproduksi dan HIV, membentuk pendidik sebaya, serta menciptakan sekolah bebas stigma.
- LSM dan Komunitas: Aktif dalam edukasi, advokasi, dan membangun kemitraan untuk memperluas layanan dan pendampingan berbasis komunitas.
Semoga rekomendasi ini menjadi pedoman bersama dalam memperkuat respons HIV dan AIDS yang inklusif, transformatif, dan berkelanjutan