Rapat Pendeta Distrik XXII Riau
ini diikuti oleh 89 orang Pendeta aktif, 10 orang calon pendeta Pendeta dan 3
orang Pendeta yang telah pensiun. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 15-16
Juli 2019 bertempat di Furaya Hotel-Pekanbaru yang dipimpin oleh Bapak Praeses
Pdt. Mangantar Tambunan, M.Th.
Rapat Pendeta ini sangat
strategis dan memiliki nilai yang kuat bagi interpretasi dan implementasi bagi
kita untuk menjadi tempat bagi Pendeta untuk belajar dan saling berbagi
pengalaman dalam pelayanan, marilah kita maksimalkan rapat pandita Distrik ini sebagai
momen untuk menyegarkan kembali pokok-pokok panggilan Pelayanan tohonan
hapanditaon, harap bapak Praeses dalam Kata pengantarnya.
Para narasumber dalam rapat ini
yaitu : Pdt. Dr. Martongo Sitinjak (Kepala Departemem Koinonia HKBP) menerangkan
tentang Sub tema dari Rapat Pandita, Pdt. Dr. Robinson Butarbutar (Ketua Rapat
Pendeta) menerangkan tentang Tema dan Bapak Pdt. Dr. Robinson Rajagukguk menyampaikan
tentang Penguatan arti dan makna Poda Tohonan.
Berangkat dari Sub Tema Rapat
Pendeta, yaitu Pendeta HKBP belajar dan
bergegas melaksanakan tugas panggilannya agar iman tidak jatuh pada era
revolusi industri ke empat, Kadep Koinonia HKBP yang dipercayakan menjadi
narasumber dan menerangkan tentang Sub Tema tersebut dalam Rapat Pendeta
Distrik XXII Riau menekankan dan mengarahkan agar “Belajar memaknai Panggilan
Allah dalam Tohonan untuk sanggup dan tangguh menghadapi era Revolusi Industri
ke empat.”
Belajar sepanjang hidup adalah
hakekat manusia “long life education”, seruan belajar pada rapat pendeta tahun
ini mengingatkan akan upaya menyegarkan ulang arti dan makna panggilan kita
sebagai seorang Pendeta dan salah satu metode yang paling baik dalam belajar
adalah melakukan panggilan itu sendiri (doing Theologi) terang Pdt. Dr.
Martongo Sitinjak.
Perlengkapan utama seorang
pendeta adalah mengenakan 7 poda tohonan dalam dirinya untuk memimpin umat Tuhan
dalam perang rohani menghadapi roh
zaman yang sedang berlangsung (ef 6:10-12), perlengkapan tohonan kependetaan
yaitu : 1. Hidup dalam Firman Tuhan (confessi HKBP), 2. Pelayan Sakramen, 3.
Pelayan Karakter, Etika dan moral kristen, 4. Pelayan Sekolah Minggu, 5.
Pemeliharaan/Penggembalaan Hidup warga Jemaat, 6. Pemeliharaan keluarga kudus,
7. Karsa (jiwa yang mendorong) Kebersatuan dan kebersamaan Partohonan Pendeta
(Solidaritas). Tujuh perlengkapan tohonan kependetaan HKBP harus terus-menerus
dipelajari dan diinternalisasi kedalam diri para pendeta, tambah bapak
sitinjak.
Pdt. Dr. Martongo menyampaikan
bahwa Era revolusi industri keempat membuka kondisi baru kehidupan manusia yang
merubuhkan batas-batas budaya, bangsa, agama dan identitas lainnya yang menjadi
global citizen, sehingga manusia modern kini memiliki multi wajah dalam era
digital. Salah satu yang tumbuh dalam proses digitalisasi adalah lahirnya jiwa “ME
CENTERED” (aku menjadi pusat) segala sesuatu di dalam diri manusia.
Peranan Pendeta sebagai agent perobahan sorgawi harus tetap
berada dalam keutamaan missi penyelamatan manusia. Pendeta tidak boleh
mengesampingkan missi sorgawi. Allah menjadi manusia (Yoh 1 : 14) artinya
manusia menjadi hal pokok dalam komunikasi Allah untuk keselamatan. Hubungan
Allah dengan manusia yang tertuang dalam hubungan manusia dengan manusia harus
tetap dijaga dan dipelihara. Hubungan manusia dengan manusia tidak boleh
digantikan dengan hubungan manusia dengan teknologi, tutup Kepala Departemen
Koinonia HKBP
Rasa antusias untuk lebih memaknai
dan menyikapi akan era revolusi industri keempat serta memperlengkapi diri sebagai
seorang pendeta, hal itu terlihat dari komunikatif dari diskusi tersebut.
Diskusi itu di moderatori oleh bapak Pdt. Herbert Hutagalung.
Rapat Pendeta HKBP Distrik XXII
Riau ini juga membicarakan akan pelayanan dan program yang berlangsung dan yang
akan berlangsung di Pelayanan HKBP Distrik XXII Riau.
Tuhan-lah
yang memberkati dan menyertai seluruh pelayan guna mewujutnyatakan Tritugas
Panggilannya, kiranya Firman yang bekerja atas mereka di setiap pelayanannya. (RH)