Sebanyak 55 orang Pendeta HKBP
dan 4 orang Calon Pendeta yang melayani di HKBP Distrik XVIII Jabartengdiy
berkumpul di Grand Hotel Subang untuk melaksanakan Program Distrik yaitu Rapat
Pendeta Distrik, pada tanggal 05 s/d 07 Agustus 2019. Dengan siraman Tema : Aku
mendoakanmu agar imanmu tidak jatuh (lukas 22:32).
Rapat Pendeta Distrik
Jabartengdiy tahun 2019 yang dipimpin oleh bapak Praeses HKBP Pdt. Danner
Siregar, memberi kepercayaan kepada Pdt. Dr. Martongo Sitinjak untuk
menyampaikan sessi tentang “Parhahamaranggion
ni Pandita HKBP”. Hal ini sangatlah dibutuhkan guna tetap menjalin hubungan
parhahamaranggion yang baik dalam
komunitas pelayanan di era revolusi industri, terang bapak Praeses HKBP
Jabartengdiy.
Dalam konteksnya, HKBP
mengembangkan tugas panggilan kependetaan seperti tertuang dalam Confessi HKBP,
Aturan Peraturan dan Agenda HKBP tentang Penahbisan Pendeta. Pewujudan panggilan
tohonan Kependetaan dengan sistem rekruitmen melalui pendidikan teologi dan
tahapan-tahapan penerimaan menjadi pendeta HKBP. Tohonan kependetaan bukan
panggilan perorangan secara khusus berbeda dari yang lain, melainkan setiap orang
yang berbeda, yang dipanggil harus masuk ke dalam tohonan yang sama.
Poda Tohonan Pendeta menjadi
landasan dasar bagi Pdt. Dr. Martongo Sitinjak menyampaikan pemaparan pelayanan
dan tanggungjawab seorang Pendeta serta parhahamaranggion di dalam tubuh Kependetaannya.
Ia menyampaikan bahwasanya; pada tohonannya
seorang pendeta telah menggumuli seluruh dokumen teologi HKBP yang harus dihidupi
dan dilaksanakan sebagaimana Firman Allah yang harus bekerja dalam diri seorang
pelayan dan tidak menjadikan kemampuan dan akal pikir menjadi pondasi pelayanan.
Poda Tohonan Pendeta yang ke-7 merupakan kesatuan pelayanan pendeta dan bagian
dari “parhahamaranggion” seorang pendeta, lugasnya.
Parhahamaranggion menjadi bahan
yang menarik bagi para peserta ini, kesenjangan serta tatanan struktur dalam pelayanan
membuat hubungan “abang-beradik” dalam kependetaan HKBP menjadi terkikis.
Pertanyaan tentang parhahamaranggion itu juga dilontarkan oleh para pendeta yang
mengikuti rapat, diantaranya Pdt. Wilda Simanjuntak yang mempertanyakan tentang
ke-senioritasan yang di bawa sejak
dahulu dimasa perkuliahan, Pdt. Sukamto Pasaribu yang menggumulkan
parhahamaranggion dengan konteks struktur pelayanan HKBP dan juga dari beberapa
peserta yang lainnya.
Pdt. Dr. Martongo Sitinjak mengawali
diskusi dengan mengarahkan seluruh peserta menyanyikan B.E no. 369 : 1, Na marhahaanggi Hita sasude, Ndang mardia
imbar Manang ise pe, Asing be hatanta Nang luatta pe, Sada do Amanta I taingot
be.
Tidak ada hubungan antara parhahamaranggion
dengan struktur pelayanan di Huria, serta jangan pernah menghubungkan struktur
pelayanan dengan parhahamaranggion. Sebab Parhahamaranggion itu tetap dan harus
selalu ada di dalam kita mulai dahulu kala hingga kelak kita akan pensiun. Biarlah
hubungan senioritas yang telah kita bangun di perkuliahan dimasa lampau
membangun nilai hubungan yang ber-etika dan santun terhadap abang atau adik
nya, jelas Penceramah.
Hal yang terpenting yang Pdt.
Martongo Sitinjak sampaikan pada bagian akhir, haholongi ma tohonanmu, ala panjouon ni Debata do i tu
hita. Poda Tohonan setiap pelayan di HKBP harus dipahami dan dihidupi oleh
setiap pelayan itu, tutupnya.
Kehadiran
Pdt. Dr. Martongo Sitinjak dalam Rapat Pendeta HKBP Distrik XVIII ini juga sangat
di maksimalkan oleh para Parhalado HKBP Subang yang merupakan panitia dan tuan/nyonya
rumah kegiatan ini untuk berdiskusi dan saling berbagi akan pelayanan mereka. (RH)