Kantor Pusat HKBP (25/2) – Rapat
Majelis Pekerja Sinode (MPS) Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) membahas
penelitian dan tindak lanjut pendirian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) HKBP. Sesi
ini menghadirkan narasumber dari Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) untuk
berbagi pengalaman dalam mengelola BPR Pijer Podi Kekelengen.
Pt. Mulia Peranginangin dan
Pdt. Bumaman Teodeki Tarigan dari GBKP memaparkan bahwa BPR Pijer Podi
didirikan dengan tujuan pelayanan diakonia, membantu masyarakat kecil. BPR ini
memiliki 6 cabang dan dikelola secara profesional, dengan struktur organisasi
yang terpisah dari sinode GBKP. Keuntungan dari BPR disalurkan melalui yayasan
untuk kegiatan sosial.
Beberapa poin penting dari
model BPR GBKP:
1.
Landasan teologis, filosofis, dan operasional yang kuat.
2.
Misi memberitakan kabar baik melalui pelayanan perbankan.
3.
Visi melayani dengan bahagia dan inovatif.
4.
Etika bisnis dan kode etik pekerja yang jelas.
5.
Strategi memerangi kemiskinan dan memajukan ekonomi
kerakyatan.
6.
Motto “berkembang dari desa ke desa, dari kota ke
kota.”
7.
Peluang dan Persyaratan Pendirian BPR HKBP
Para narasumber menjelaskan
bahwa peluang mendirikan BPR saat ini terbuka lebar, dengan dasar hukum yang
jelas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Persyaratan utama meliputi pendirian
oleh WNI atau badan hukum Indonesia, berbentuk PT atau koperasi, modal disetor
minimum sesuai zona, dan modal disetor dalam bentuk deposito atas nama OJK. Tahapan
pendirian BPR meliputi tahap persetujuan prinsip dan tahap izin usaha, dengan
pengawasan ketat dari OJK.
Rapat MPS ini memberikan
wawasan berharga bagi HKBP dalam mempertimbangkan pendirian BPR. Model BPR GBKP
menunjukkan bahwa BPR dapat menjadi sarana efektif untuk pelayanan diakonia dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat. (B-TIK).