Transformasi Konflik

Pemberdayaan
Transformasi Konflik yang diadakan di Museum HKBP Sipoholon telah memasuki hari
ketiga, yaitu pada hari Rabu, 06 Juli 2022. Kegiatan ini dimulai dengan
meditasi yang diberikan oleh fasilitator kepada para peserta dengan tujuan agar
para peserta lebih memahami keberadaan mereka selaku mediator-mediator terbaik apabila
suatu konflik terjadi di dalam pelayanan mereka. Selain itu, para peserta juga
dilatih untuk menyelesaikan setiap permasalahan dengan emosional yang baik dan
terkendali.



Materi-materi
yang disajikan oleh fasilitator tidak hanya secara teori saja, tetapi juga
disimulasikan dengan beragam metode yang menarik. Simulasi ini membantu para
peserta untuk mengenal dan memahami berbagai permasalahan yang lebih luas dan
terkini, serta mencakup berbagai aspek kehidupan seperti: perceraian,
pernikahan sejenis, hukum kebiri pelaku pedofil,
pemberkatan bagi kehamilan di luar pernikahan, juga terkait politik seperti
halnya permasalahan jabatan presiden selama tiga periode, dan persoalan mutasi
pelayan.


Pada
kesempatan ini, Kepala Departemen Koinonia HKBP, Pdt. Dr. Deonal Sinaga
menyempatkan diri untuk meninjau kelangsungan kegiatan ini.

“Saya
mengucapkan terima kasih untuk Pak Didik dan Pak Sabar yang telah datang
jauh-jauh dari Jakarta sebagai fasilitator dalam pemberdayaan ini. Semoga
semakin banyak moderator yang lahir di HKBP sehingga setiap konflik yang
terjadi dapat dikendalikan dengan baik. Terima kasih juga untuk para peserta
yang telah datang dari tempat pelayanan masing-masing untuk berpartisipasi
dalam kegiatan ini. Ini adalah kesempatan emas bagi para peserta untuk dapat
menjadi pembawa damai di dalam pelayanannya.” ucap beliau.



Untuk
kegiatan selanjutnya, para peserta diajak untuk melakoni sebuah dramatisasi
konflik untuk memperdalam pemahaman terhadap materi dari fasilitator.



Kamis,
07 Juli 2022, pemberdayaan transformasi konflik ini diawali dengan kegiatan outdoor, selain untuk meningkatkan
semangat para peserta dalam mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, sekaligus
sebagai suatu refleksi tentang tindakan apa yang harus dilakukan ketika para
peserta berhadapan dengan konflik. Dalam hal ini, para peserta dibagi dalam dua
kelompok, kelompok pertama sebagai pihak yang ingin berdiskusi mencari jalan
keluar, sedangkan kelompok lainnya sebagai pihak yang berlawanan sehingga
rekonsiliasi tidak dapat dicapai.



Selanjutnya,
kegiatan kembali berlangsung secara indoor.
Setiap peserta diminta untuk kembali duduk bersama dengan rekan kelompok
masing-masing untuk menganalisa kasus dengan menggunakan empat metode analisis
konflik, seperti: Analisis Sosiografi (menganalisis akar konflik dari segi
hubungan dan interaksi antar pihak yang berkonflik), Analisis Tahapan Konflik
(merunut tiap-tiap periode untuk mendeteksi atau mengidentifikasi akar
konflik), Analisis Bawang Bombay (menentukan akar konflik dengan mengobservasi
keinginan dari berbagai pihak yang berkonflik), dan Analisis Pohon Konflik
(mengidentifikasi sumber-sumber konflik dengan memetakan segala sesuatu yang
terlihat di luar, dan berbagai variabel konflik melalui berbagai fenomena yang
terjadi).


Jumat,
08 Juli 2022 menjadi hari terakhir pada kegiatan Pemberdayaan Transformasi
Konflik. Pada kegiatan penutupan ini, kedua fasilitator mengajak para peserta
untuk mengingat kembali setiap materi yang telah diterima, yang kemudian
dilanjutkan dengan menentukan tindak lanjut apa yang akan dilakukan terkait
pemberdayaan ini. Tindak lanjut yang dimaksud adalah bagaimana para peserta menerapkan
pemberdayaan yang ia terima di tempat pelayanan masing-masing.

Sehubungan
dengan hal itu, Kepala Biro Pembinaan juga turut serta berdialog dengan para
peserta untuk mengetahui apa yang menjadi harapan dari masing-masing peserta
bagi HKBP, khususnya dalam menyikapi berbagai konflik yang kerap terjadi di
tengah-tengah jemaat.

“Salah
satu yang menjadi tujuan besar bagi HKBP adalah untuk menjadi the ring of peace bagi seluruh jemaat,
bahkan mencapai seluruh masyarakat. Untuk tujuan itulah, kegiatan ini
dilangsungkan bahkan akan senantiasa ditingkatkan setiap tahunnya. Kita
berharap bahwa sesegera mungkin HKBP akan memiliki unit/klinik kecil yang dapat
menjadi sarana atau wadah yang selalu sedia mendengarkan dan membantu
penyelesaian beragam persoalan yang terjadi di tengah-tengah gereja.” ujar
Kepala Biro Pembinaan, Pdt. Dr. Enig Aritonang.



Para
peserta sangat antusias bila kegiatan ini dapat berkelanjutan guna
mempersiapkan para peserta menjadi mediator-mediator yang mumpuni dalam
membantu seluruh pelayan gereja dan jemaat menyelesaikan setiap konflik yang
dihadapi serta sebagai sarana untuk menciptakan perdamaian bagi seluruh dunia.

Selanjutnya,
para peserta diminta menuliskan komitmen masing-masing untuk dibacakan di
hadapan seluruh peserta sebagai janji dan harapan yang teguh di hadapan Allah.
Setelah komitmen ini didoakan, fasilitator dan para peserta menutup rangkaian
acara ini dengan menyanyikan lagu Pray
for the Peace of Humanity
sambil berjabat tangan, kemudian dilanjutkan
dengan mengisi form evaluasi.



Bapak
Pdt. Dr. Enig Aritonang, selaku Kepala Biro Pembinaan, menyerahkan cendera mata
berupa ulos dan plakat akrilik kepada Bapak Didik dan Bapak Sabar sebagai
ucapan terima kasih atas dedikasinya dalam menyukseskan kegiatan ini. Seluruh
peserta juga menerima sertifikat atas partisipasi yang telah diberikan.
Kegiatan pemberdayaan ini pun diakhiri dengan ibadah penutupan yang berlangsung
dengan hikmat, dipimpin oleh Pdt. Samuel Sigalingging.




Humanity shall
live in peace
,
sebuah harapan untuk membawa transformasi konflik yang hingga kini masih terus
berlangsung di tengah peradaban manusia. Kiranya melalui kegiatan ini, seluruh
pelayan Tuhan di dalam setiap pelayanannya dimampukan untuk menjadi sarana
perdamaian bagi seluruh dunia, dan nama-Nya semakin dipermuliakan. Amin!



Scroll to Top