Gereja-gereja di Sumatera Utara Teguhkan Komitmen Hadapi Kerusakan Lingkungan Danau Toba


  


PARAPAT, 20 Juni 2025 – Pimpinan gereja-gereja di Sumatera Utara, bersama rohaniawan, aktivis, dan akademisi pemerhati lingkungan, hari ini berkumpul di Gereja HKBP Parapat. Pertemuan ini menegaskan komitmen gereja dalam menyikapi kerusakan lingkungan yang semakin parah di sekitar Kawasan Danau Toba.

  

Pertemuan penting ini dihadiri oleh Ephorus HKBP, Sekretaris Jenderal, Kepala Departemen Koinonia, dan Kepala Departemen Marturia, bersama dengan perwakilan gereja-gereja lain seperti HKI, GKPI, GKPA, AMAN Tano Batak, dan KSPPM. Turut hadir juga tokoh masyarakat serta lembaga pemberdayaan masyarakat yang terlibat langsung dalam pendampingan warga terdampak.


Dalam paparannya, Ephorus HKBP Pdt. Dr. Victor Tinambunan, M.S.T., menyerukan agar semua gereja menaruh perhatian serius pada kehidupan jutaan orang di sekitar Danau Toba. Ia menekankan bahwa kerusakan alam di wilayah ini tidak hanya berdampak pada 3,4 juta penduduk setempat, tetapi juga memiliki implikasi global. Ephorus mengindikasikan akan ada gerakan lanjutan berskala besar bersama Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan United Evangelical Mission (UEM) di tiga titik utama: Tarutung, Balige, dan Samosir. Gerakan ini hendaknya dapat mengerahkan puluhan ribu warga dan pelayan HKBP. "Jika terjadi bencana, tanggung jawab gereja dipertanyakan, padahal penyebabnya adalah pihak lain," tegas Ephorus. "Oleh karena itu, gereja bertugas untuk menyelesaikan masalah sampai ke akar-akarnya, mencari tahu mengapa ini terjadi, dan PT TPL adalah sumbernya. Jangan sampai gereja-gereja yang dipersalahkan."


Ephorus juga menjelaskan bahwa Gereja HKBP telah lama terlibat dalam seruan bersama dan upaya teman-teman pegiat lingkungan. Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan ini bukan perebutan kekuasaan atau upaya HKBP untuk menjadi 'raja'. Rencananya, laporan komprehensif mengenai kerusakan lingkungan ini akan diluncurkan secara resmi.


Dalam pertemuan ini, seorang tokoh pemberdayaan masyarakat yang juga bagian dari tim kompilator data kerusakan lingkungan dari UEM dan PGI menyoroti maraknya informasi palsu yang beredar di masyarakat dan media sosial terkait PT TPL. Sebagai contoh, jumlah karyawan riil PT TPL berdasarkan laporan tahunan adalah sekitar 6.000-an, namun di berbagai media sosial disebut mencapai 50.000-anLebih lanjut, ia juga mengungkapkan kondisi kesejahteraan para pekerja PT TPL yang sangat buruk, jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tapanuli. Para pekerja dijanjikan berbagai fasilitas, namun bahkan Alat Pelindung Diri (APD) saja tidak dapat dipenuhi.



Kegiatan ini diselenggarakan oleh United Evangelical Mission (UEM), didorong oleh hasil data Tim Kompilasi Data Kerusakan Lingkungan yang dibentuk oleh UEM dan PGI. Temuan mereka sangat mengkhawatirkan, menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan tutupan hutan alam di sekitar Danau Toba sejak tahun 1992 hingga 2023, seluas 63.131 hektar. Kerusakan ini diakibatkan oleh perambahan hutan dan pemberian izin konsesi kepada perusahaan di sekitar Danau Toba, termasuk PT TPL.

Perubahan tutupan hutan ini telah memicu timbulnya bencana ekologis yang serius di sekitar Danau Toba. Bencana-bencana tersebut telah menelan korban jiwa, menghancurkan areal persawahan dan perladangan warga, merusak rumah-rumah penduduk, serta menimbulkan trauma mendalam bagi warga yang tinggal di wilayah perbukitan.


Pertemuan ini bertujuan utama untuk menyatukan persepsi dan pemahaman antara gereja dan masyarakat terkait krisis ekologis dan sosial yang dialami oleh masyarakat sekitar Danau Toba. Hal ini dilakukan dalam rangka memperkuat komitmen gereja untuk terus menyuarakan dan berjuang mengatasi kerusakan lingkungan di Kawasan Danau Toba. Sebagai bentuk nyata komitmen tersebut, para pemimpin gereja yang hadir hari ini berencana turut menandatangani petisi bersama pimpinan gereja-gereja lainnya sebagai bukti komitmen kepedulian atas pelestarian alam.

Pustaka Digital