Renungan Harian HKBP | 18 April 2023

Doa Pembuka: Ya Tuhan, dalam keseharian hidup kami mengucap syukur akan kasih karunia dan topangan dalam kehidupan kami. Hadirlah dan berilah hikmat di dalam kehidupan kami melalui firman yang kami baca pada hari ini. Di dalam nama Yesus Kristus kami telah berdoa. Amin. 

Renungan: Habakuk 2:4 “Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya”.

Ibu, bapak, saudara/i yang terkasih di dalam Kristus, keseharian hidup kita berhadapan dengan berbagai kenyataan. Ada kalanya kita yang sudah melakukan yang terbaik sesuai dengan iman dan ketulusan hati justru mendapatkan rasa sakit bahkan kegagalan dan kehancuran. Sebaliknya orang-orang yang melakukan berbagai penyimpangan dan menghadirkan rasa sakit justru mendapatkan keberuntungan dan kesenangan. Yang lebih menyakitkan, orang-orang tersebut terlihat terus mendapatkan berbagai kebahagiaan hidup.

Apa yang kita hadapi memiliki persamaan dengan realitas yang dihadapi nabi Habakuk. Habakuk berkiprah dan berkarya dalam kekuasaan kerajaan Babel pada masa akhir abad ketujuh Sebelum Masehi (SM). Habakuk begitu cemas, resah, dan prihatin melihat berbagai kekerasan yang dilakukan oleh bangsa Babel yang begitu kuat dan kejam. Ia bahkan bertanya kepada Tuhan, " Mengapa Kau biarkan aku melihat begitu banyak kejahatan? Masakan Engkau tahan melihat begitu banyak pelanggaran? Di mana-mana ada kehancuran dan kekerasan, perkelahian dan perselisihan?" (Hab. 1:13, TBIS).

Tuhan memberi respon akan pergumulan Habakuk. Ia berkata, " Sesungguhnya, orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya. Orang sombong dan khianat dia yang melagak, tetapi ia tidak akan tetap ada; ia mengangakan mulutnya seperti dunia orang mati dan tidak kenyang-kenyang seperti maut, sehingga segala suku bangsa dikumpulkannya dan segala bangsa dihimpunkannya" (ay. 2-5).

Habakuk menyatakan bahwa kehidupan orang benar akan nyata oleh iman percayanya. Iman tersebut menjadikannya kuat dan teguh serta mampu bertahan menghadapi berbagai pergumulan dan perjuangan, bahkan ketika terjadi berbagai ketidakadilan dan kegagalan di dalam kehidupannya. Ada dua hal yang dapat kita ambil dalam nats renungan pada hari ini. Pertama, sama seperti pernyataan Habakuk, Filipi 3:10-11 juga memberi kekuatan yang sama, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati”. Kekuatan dan keteguhan hati diberikan oleh Tuhan akan membarui serta memberi kekuatan bagi kita untuk terus berjalan bersama-Nya di dalam iman, karena Ia adalah kekuatan, penopang, dan keselamatan bagi kita, bahkan ketika harus berjalan secara perlahan dan tertatih menghadapi berbagai realitas yang terjadi. Itu sebabnya kita perlu selalu setia dan menyerahkan diri secara total kepada-Nya bahkan ketika kita sedang barhadapan dengan penderitaan dan kesulitan. Kitab Habakuk menegaskan bahwa bukan mengapa itu harus terjadi, melainkan apakah manusia dapat mengerti dan menghayati bahwa Tuhan berdaulat atas hidup ini. Tuhan adalah Tuhan yang adil dan sekaligus Tuhan tidak pernah membiarkan siapa pun bertindak tidak adil dan jahat. Setiap ketidakadilan dan kejahatan selalu ada “buah” yang harus dituai.

Melalui Kitab Habakuk, kita juga diajak untuk berintrospeksi apakah kita berjuang untuk hidup benar, adil, dan baik bersama Tuhan yang kita sembah: Tuhan yang adil dan benar Konteks kitab Habakuk pada masa lalu memiliki kesamaan dengan konteks kita pada masa kini. Kehidupan sosial, ekonomi, politik, agama, budaya, dan moral memiliki berbagai penyimpangan. Itu sebabnya mereka melakukan dan membiarkan ketimpangan hukum terjadi. Orang-orang besar dan kuat bertindak menurut kepentingan sendiri dan pribadi tanpa memperhatikan sesama. Taurat tidak lagi menjadi identitas yang hidup dalam keseharian orang-orang Yahudi. Dalam hal ini kita perlu melakukan hal yang kedua, bahwa sebagai orang percaya kita tidak dapat menutup mata ketika ketidakadilan terjadi. Kita perlu selalu untuk menunjukan keprihatinan akan ketidakadilan yang terjadi. Kita perlu memohon kepada Tuhan untuk membimbing kita mengambil sikap yang benar dan tepat sesuai dengan kehendak-Nya. Iman, taurat, dan perbuatan perlu berjalan seirama dan berkaitan sehingga hidup dapat menjadi berkat bagi sesama dan Tuhan dipermuliakan. Sekalipun upaya ini tidak mudah, Roh Tuhan Yang Kudus akan memberi kekuatan dan topangan kepada kita untuk mampu melakukannya di dalam keseharian hidup kita. Amin.

Doa Penutup: Tuhan Sang Penuntun dan Penopang, kami mengucap syukur akan pertolongan dan kasih setia-Mu di dalam kehidupan kami. Engkau senantiasa menuntun perjalanan dan menguatkan kami yang ringkih ini untuk terus melanjutkan hidup dan berjalan dalam menghadapi berbagai tantangan dan perjuangan, bahkan kegagalan yang terjadi di dalam kehidupan kami. Di dalam nama Yesus Kristus kami telah berdoa. Amin.

Pdt. Franciska Marcia J. Silaen, M.Th- Pendeta Fungsional Biro SMIRNA HKBP