Renungan Harian HKBP | 4 Juni 2024
Shalom saudara/i yang terkasih, kami berharap kita dalam keadaan sehat bangun di pagi hari ini. Sebelum kita memulai kegiatan kita hari ini, kami mau mengajak kita semua untuk bersekutu dengan Tuhan. Marilah kita berikan waktu sejenak untuk saat teduh….
Doa Pembuka: Marilah kita berdoa! Kami sungguh bersyukur ya Bapa, karena Engkau selalu mengasihi dan melindungi kami. Kasih-Mu jugalah yang menyertai kami dari malam yang gelap hingga pagi hari ini. Sekarang kami mau bersekutu dengan-Mu dan mendengarkan firman-Mu, yang memberi semangat kepada kami untuk melakukan segala kegiatan kami dalam satu hari ini. Hadirlah Engkau bersama kami dengan Roh-Mu agar kami dapat memahami Firman-Mu dan kuat melakukan apa yang Engkau kehendaki dalam hidup kami. Ampunilah dosa kami agar kami layak menerima berkat-Mu. Hanya di dalam nama Anak-Mu Tuhan Yesus Kristus kami berdoa dan mengucap syukur. Amin.
Bapak/Ibu, saudara/i yang terkasih, Firman Tuhan yang menjadi renungan bagi kita hari ini tertulis dalam Surat Paulus Kepada Jemaat di Kolose 3 : 15, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah”.
Damai Sejahtera Kristus ada dalam hidup kita
Siapakah diantara kita yang tidak pernah menghadapi konflik? Konflik terjadi sering disebabkan oleh adanya perbedaan, makanya sering dikatakan hanya sedikit beda tulisan perbedaan dengan parbadaan, artinya perbedaan itu sering memicu parbadaan atau pertengkaran. Parbadaan adalah kata bahasa batak yang arti nya : bertengkar. Saudara/i, kita sering mengalami konflik atau pertengkaran, baik itu ditengah-tengah keluarga, pelayanan di gereja, di masyarakat dan dimana saja kita bekerja. Padahal jikalaupun kita harus menghadapi konflik pasti kita tidak ingin memakai cara-cara yang kasar, misalnya, apabila kita bertengkar lalu kita mengatakan: pilih tangan yang mana untuk memukul, kalau pakai tangan kanan ke kuburan, dan kalau pakai tangan kiri ke rumahsakit. Banyak cara untuk menyelesaikan konflik dengan damai, apalagi kalau hal itu sangat bergantung kepada kita. Ada kata bijak yang mengatakan kalau kita ingin mau mengubah orang lain maka kita yang harus pertama kali mengubah sikap kita. Hal ini memang sulit dilakukan tetapi bukan tidak mungkin. Ini menjadi “bukan tidak mungkin” ketika ada damai sejahtera Kristus di dalam hati kita.
Demikian juga Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Kolose mengingatkan mereka, bahwa sebagai orang yang telah menjadi manusia baru yang hidup di dalam Kristus, hendaklah damai sejahtera Kristus itu tetap tinggal dalam hidup mereka. Damai sejahtera Kristus itu bukan berasal dari dunia ini, tetapi datangnya dari Surga. Sehingga damai sejahtera yang datang dari dunia ini tidak sama dengan damai sejahtera yang datangnya dari Tuhan Yesus. Karena damai sejahtera yang datangnya dari Tuhan Yesus adalah damai sejahtera yang membuat manusia itu tenang, kuat dalam menghadapi apapun, dan saling mengasihi. Semua orang yang percaya kepada Kristus itu dituntut untuk selalu bersyukur dan menjadi teladan di dalam saling mengasihi. Tuhan Yesus tidak hanya mengajarkan konsep kasih belaka kepada kita, namun Dia mempraktekan apa yang telah Dia katakan tentang kasih di tengah-tengah pelayanan-Nya. Dia mengasihi kita walaupun kita sering menyakitiNya, sering mengkhianatiNya, bahkan sering meninggalkanNya. Tuhan Yesus mengasihi kita tanpa memandang siapa kita, tanpa memperhitungkan kesalahan dan dosa kita. Bapak/ibu, siapa dari kita yang mendengar renungan saat ini, yang merasa memang layak dan pantas untuk dikasihi Tuhan Yesus? Bahkan dikasihi dengan pengorbanan yang begitu besar, rela dicaci maki, rela diludahi, bahkan dibunuh dengan hina, “disalibkan”. Tapi Tuhan Yesus membalas dengan mengatakan “Ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:24a). Luarbiasa bukan? Maka sangat layak kalau Tuhan Yesus mengingatkan “Inilah perintahKu: yakni supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu”. Mengasihi dalam persepsi Tuhan Yesus adalah mengasihi bukan supaya orang lain mengasihi kita atau bukan karena orang lain telah mengasihi kita. Namun sebagai orang Kristen kita harus mampu mengasihi, siapapun dia, tanpa melihat latar belakang sosial, bagaimanapun keadaannya. Tidak ada batasan untuk mengasihi. Dalam menerapkan kasih, tidak ada orang kaya, orang miskin, tua, muda. Tuhan Yesus tidak menginginkan kita memilih-milih orang untuk dikasihi. Tuhan Yesus sendiri membuktikan bahwa dia mengasihi semua orang, bahkan orang-orang yang dikucilkan dan direndahkan, orang-orang cacat, orang yang dihina, juga orang-orang yang dianggap sebagai orang berdosa.
Bapak ibu, saudara saudari, damai sejahtera itu dapat dilihat dengan sikap saling memaafkan. Memang dalam kehidupan sehari-hari, sering kali ada hal yang membuat sakit hati, tersinggung satu sama lain, oleh karena itu kita harus sabar terhadap yang lain dan ampunilah seorang akan yang lain. Hanya dengan sikap demikian persekutuan kita di baharui. Ay. 13 mengatakan “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian”. Jadi jika kita ingin membangun persekutuan anak-anak Tuhan, sebagai satu tubuh Kristus, lakukanlah kasih dengan mengampuni seseorang akan yang lain, jangan menaruh dendam, kenakanlah kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. Tidak ada gunanya mendemdam. Walaupun sering dikatakan bahwa lebih mudah menghancurkan batu karang daripada hati yang mendemdam. Maka itu damai Kristus haruslah ada didalam setiap anak Tuhan. Belajarlah mengampuni dari masalah yang kecil : ''Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapa yang di Sorga akan mengampuni kamu juga (Matius 6: 14). Kasih sebagai pengikat yang mempersatukan, karena kita adalah satu tubuh dan Kristus Kepalanya.
Di dalam setiap kehidupan kita, baik dalam keluarga ataupun di gereja dan ditengah-tengah masyarakat, ditempat dimana kita bekerja dan melayani, kita pasti selalu ingin membuat yang terbaik untuk Tuhan, untuk keluarga kita dan untuk orang lain. Membuat dan mencapai sesuatu yang terbaik itu, mempunyai proses yang harus dilalui tahap demi tahap, baik dalam kehidupan pergaulan, pekerjaan, dan pengalaman. Sesuatu yang terbaik untuk Tuhan dan untuk manusia, bukanlah hal yang mudah diperoleh dan dipraktekkan di dalam kehidupan kita. Bisa saja mudah untuk dikatakan namun sulit untuk dilakukan. Teladan yang terbaik itu membutuhkan proses, baik dalam pendengaran, perenungan, dan prakteknya yang seharusnya dapat dirasakan oleh orang lain dan oleh diri kita sendiri sebagai pelaku perbuatan yang baik itu. Marilah kita berjuang dan berusaha memelihara, menciptakan damai sejahtera. Sebagaimana diminta dalam Amsal 3 : 27, "Jangan menahan kebaikan dari orang yang berhak menerimanya, padahal engkau mampu melakukannya". Maka itu janganlah menunda perbuatan baik, karena Damai Sejahtera Kristus selalu memerintah dalam hati kita. Amin
Doa Penutup: Marilah kita berdoa! Ya Bapa yang berkuasa di atas segalanya, kami memuji nama-Mu karena firman-Mu menguatkan kami untuk mampu menciptakan kasih dimanapun kami berada. Ajari kami yang telah menerima kasih karunia-Mu untuk menjadi terang dan berkat bagi dunia. Ya Bapa, Kami juga terus berdoa untuk saudara-saudari kami yang sakit, sembuhkanlah mereka yang masih sakit hingga saat ini, hiburlah mereka yang masih sedih dan berduka. Hanya kuasa-Mu lah yang kami andalkan dalam kehidupan kami di dunia ini, maka itu kami pertaruhkan hidup kami hanya ke dalam tangan pengasihan-Mu. Ampunilah kesalahan kami agar kami layak dihadapan-Mu. Terimalah doa permohonan kami ini yang kami sampaikan hanya melalui Putra-Mu yang tunggal, Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami yang hidup. Amin.
Kasih setia dari Tuhan Yesus Kristus, anugrah dari Allah Bapa, dan persekutuan Roh Kudus yang menyertai saudara sekalian. Amin.
Pdt. Susi Hutabarat, S.Th- Kabag Ibadah di Biro Ibadah Musik HKBP