Renungan Harian HKBP | 9 Juni 2024

Doa pembuka: Terima kasih Tuhan buat penyertaanMu atas hidup kami pada hari Minggu yang Engkau kuduskan ini bagi kami untuk beribadah, memuji dan memuliakan namaMu. Sejenak kami akan mendengarkan firmanMu, kiranya Roh Kudus menerangi hati dan pikiran kami agar dapat menerima dan memahami firmanMu. Dalam Kristus Yesus kami berdoa. Amin.

TUHAN MENGUATKAN HAMBANYA”

Epistel

2 Korintus 4 : 13 – 5 : 1

Ibu, Bapak, Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.

Rasul Paulus terkenal sebagai seorang rasul yang gigih dan bersemangat dalam memberitakan kabar baik tentang keselamatan oleh iman kepada Tuhan Yesus Kristus, terutama kepada bangsa-bangsa non Yahudi. Dalam suratnya kepada jemaat di kota Korintus, nas Epistel pada hari Minggu ini, rasul Paulus memberitahukan motivasi yang menggerakkan dia untuk memberitakan kabar keselamatan itu. Motivasi yang mendasari pelayanan Paulus ini dituliskannya sebagai jawaban terhadap tuduhan palsu atau fitnahan yang dilontarkan oleh para lawannya, yang meragukan kerasulan Paulus.

Berangkat dari situasi tersebut dalam perikop ini kita menemukan 2 (dua) pengajaran penting tentang motivasi Paulus dalam mengabarkan Injil Kristus ke tengah-tengah bangsa yang belum percaya. Pertama, kasih karunia Allah yang begitu besar kepada orang percaya. Kasih karunia Allah (Yun.: charis) diberikan kepada setiap orang untuk memperoleh keselamatan yaitu kehidupan kekal pada akhir zaman. Kasih karunia Allah itu haruslah direspon atau disambut melalui iman percaya kepada Yesus Kristus, yang telah datang ke dunia yang berdosa ini, mati dan dibangkitkan lalu naik ke sorga, bertakhta kembali dalam kemuliaanNya. Tentang kebangkitan ini, Paulus dengan jelas mengatakan: ”Karena kami tahu, bahwa Ia, yang telah membangkitkan Tuhan Yesus, akan membangkitkan kami juga bersama-sama dengan Yesus. Dan Ia akan menghadapkan kami bersama-sama dengan kamu kepada diri-Nya”. Dengan demikian jelaslah bahwa kebangkitan Yesus menjadi dasar bagi kebangkitan seluruh orang percaya dan akan berjumpa kelak bersama dengan Tuhan Yesus. Hal inilah yang menjadi pengharapan bagi setiap orang percaya di tengah-tengah berbagai cobaan dan tantangan iman yang dihadapi selama hidup di dunia ini. Dalam keseluruhan kasih karunia (charis) Allah yang semakin besar yang ditunjukkan melalui semakin banyaknya orang percaya, maka keadaan itu menyebabkan semakin melimpahnya ucapan syukur (Yun.: eucharistia) bagi kemuliaan Allah (ay. 15). Jelaslah bahwa motivasi yang menggerakkan Paulus dalam pemberitaan Injil adalah kasih karunia Allah yang semakin besar yang dinyatakan melalui semakin bertambahnya orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Inilah yang menyukakan hati Paulus sebagai rasul Kristus, sehingga sukacita dan ucapan syukurnya memuliakan nama Allah juga semakin berlimpah-ruah.

Kedua, kemuliaan kekal pada masa yang akan datang jauh lebih besar daripada penderitaan ringan yang sekarang ini. Terdapat begitu banyak tantangan, kesusahan, penderitaan bahkan ancaman yang dihadapi oleh rasul Paulus dalam misi pemberitaan Injil yang dilakukannya. Namun besarnya penderitaan itu tidak pernyah menyurutkan hati Paulus untuk terus bergiat dan bersemangat dalam mengabarkan Injil. Dalam ayat 16 Paulus menegaskan sikapnya yang tidak pernah berputus asa atau tawar hati, sebab meskipun manusia lahiriah atau tubuhnya semakin tua dan ringkih, namun manusia batiniah atau batinnya diperbarui setiap hari. Menurut Paulus, berbagai penderitaan yang dihadapinya dalam pekerjaan pemberitaan Injil adalah sebuah penderitaan ringan, yang tidak berarti apa-apa dibandingkan kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, yang jauh lebih besar daripada penderitaan yang dihadapi pada masa sekarang ini. Pun lagi, penderitaan yang sekarang ini, yang kelihatan, adalah sementara saja, cepat berlalu; sedangkan yang tak kelihatan itu yakni kemuliaan kekal, adalah kekal untuk selamanya. Berdasarkan pemahaman iman inilah Paulus mengibaratkan kehidupan selama di dunia ini seperti mendiami kemah yang setiap saat dapat dibongkar, namun Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman sorga bagi kita orang percaya, suatu tempat kediaman kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia (5:1).

Ibu, Bapak, Saudara-saudari para pembaca dan pendengar aplikasi Marturia HKBP yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.

Bagaimanakah kita menyikapi berbagai kesusahan dan penderitaan yang kita alami saat ini terutama sehubungan dengan kesaksian kita dalam memberitakan Injil Kristus? Upaya memberitakan Injil Kristus tentulah menghadapi berbagai kesusahan, rintangan dan penderitaan. Namun sebagai orang percaya kita diingatkan untuk tidak mudah putus asa maupun tawar hati dalam memberitakan Kabar Baik itu, baik melalui pikrian, perkataan maupun keteladanan perilaku kita di manapun berada. Meskipun manusia lahiriah kita menghadapi berbagai kelemahan, tantangan dan penderitaan namun manusia batiniah kita terus-menerus diperbarui Allah, sehingga kerajinan dan semangat pemberitaan Injil tidak pernah kendor bahkan roh kita tetap menyala-nyala untuk melayani Tuhan (band. Rm 12:11). Terutama kita yang hodup di era digital yang ditandai dengan berbagai perubahan pesat terutama di bidang informasi, komunikasi dan tekonologi yang memudahkan berbagai aspek kehidupan manusia, tugas pemberitaan Injil juga menghadapi tantangan yang tidak ringan terutama berhadapan dengan sikap manusia yang bersandar pada kemampuan dirinya sendiri. Dalam kaitan itulah kita sebagai orang percaya harus tetap bergiat memberitakan kabar keselamatan oleh pengorbanan Kristus yang mati dan bangkit kembali demi keselamatan kita dan menyediakan tempat bagi kita bersama Dia dalam kehidupan kekal. Keselamatan itu kita peroleh hanya melalui iman (sola fide). Sebagaimana dikatakan oleh penulis surat Ibrani, iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr 11:1). Melalui mata iman, kita melihat realitas yang jauh lebih tinggi, lebih besar dan lebih mulia dibandingkan dengan penderitaan sementara yang kita hadapi pada masa kini; yaitu hidup kekal di sorga yang telah disediakan Allah, yakni kediaman yang kekal yang tidak dibuat oleh tangan manusia. Kiranya Tuhan senantiasa menguatkan kita anak-anakNya, para hambaNya yang setia memberitakan Injil keselamatan itu. Amin.



Evangelium 

Samuel 8 : 4 - 11

Ibu, Bapak, Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus.

Apakah kita pernah meminta sesuatu kepada Tuhan padahal yang kita minta itu sesungguhnya bukanlah sesuatu yang sangat kita butuhkan? Tentunya pertanyaan ini dapat kita jawab sesuai dengan pengalaman yang pernah kita alami. Terkadang apa yang kita minta itu bukanlah suatu hal yang paling kita butuhkan, namun lebih pada sebuah keinginan kita secara subyektif dengan berbagai alasan pembenarannya. Demikianlah ada berbagai keinginan yang tanpa sadar kita minta kepada Tuhan namun sebenarnya bukanlah kebutuhan kita yang sesungguhnya.

Dari sudut pandang tentang keinginan dan kebutuhan itulah kita merenungkan firman Tuhan pada hari Minggu ini. Samuel yang selama ini bertindak sebagai pemimpin dan hakim di tengah-tengah bangsa Israel itu telah beranjak tua. Lalu Samuel mengangkat kedua anaknya, Yoel dan Abia, menjadi penerusnya sebagai hakim. Namun kedua anaknya itu tidak hidup seperti ayahnya, melainkan mereka mengejar laba, menerima suap dan memutarbalikkan keadilan (baca 1 Sam 8:1-3). Keadaan itulah yang melatarbelakangi para tua-tua Israel mendatangi Samuel di kota Rama dan berkata kepada Samuel: ”Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain.” Dari permintaan ini kita melihat 2 (dua) hal. Pertama, alasan bahwa Samuel sudah tua dan kehidupan anak-anaknya yang tidak hidup sebagaimana kehidupan Samuel yang hidup benar di hadapan Tuhan. Alasan ini memang masuk akal, sebab kehidupan seorang pemimpin haruslah dapat menjadi contoh dan teladan yang baik terhadap orang-orang yang dipimpinnya. Kedua, alasan bahwa bangsa Israel meminta seorang raja untuk memerintah seperti pada segala bangsa-bangsa lain, menunjukkan bahwa mereka sudah tidak menginginkan lagi kepemimpinan raja ilahi (teokrasi) dimana selama ini Tuhan Allah bertindak sebagai raja atau pemimpin atas bangsa itu. Mereka menginginkan pemimpin yaitu seorang raja yang akan memimpin mereka, dengan membandingkan raja pada bangsa-bangsa lain (sistem monarki). Dengan kata lain, permintaan ini lebih pada keinginan mereka meniru sistem pemerintahan seorang raja sebagaimana pada bangsa-bangsa di sekitar Israel pada masa itu, bukanlah berdasarkan kebutuhan mereka yang paling utama.

Mendengar permintaan itu, pada awalnya Samuel kecewa. Dia tidak menyangka secepat itu bangsa Israel merasa tidak puas atas kepemimpinan Allah secara langsung atas kehidupan mereka dan kini mereka menginginkan seorang raja yang akan memerintah bangsa itu. Maka Samuel berdoa kepada Tuhan untuk meminta petunjuk. Sebagai jawaban doa Samuel, tiga kali Tuhan mengatakan kepada Samuel untuk mengabulkan permintaan bangsa Israel: ”Dengarkanlah perkataan bangsa itu ...” (ay. 7), ”Dengarkanlah permintaan mereka ...” (ay. 9) dan ”Dengarkanlah permintaan mereka dan angkatlah seorang raja bagi mereka” (ay. 22). Tuhan memerintahkan Samuel untuk mengabulkan permintaan mereka sebab Tuhan mengetahui karakter bangsa Israel, yang dikenal sebagai bangsa yang tegar tengkuk (band. Ul 9:6,13; 10:16, 31:27). Bahkan dalam jawaban Tuhan atas doa Samuel, permintaan seorang raja oleh bangsa Israel itu sejajar dengan ketidaktaatan mereka sejak Allah menuntun mereka keluar dari perbudakan Mesir, dimana mereka tidak lagi menyembah Allah namun beribadah kepada allah lain. Sehingga permintaan mereka agar diberikan seorang raja bukanlah penolakan terhadap Samuel namun terutama merupakan penolakan mereka terhadap kepemimpinan Allah sebagai raja atas mereka (ay. 7).

Ibu, Bapak, Saudara-saudari para pembaca dan pendengar aplikasi Marturia HKBP yang terkasih dalam Tuhan Yesus Kristus. Sama seperti permintaan bangsa Israel kepada Allah yang meminta seorang raja yang memerintah di tengah-tengah mereka yang dimotivasi oleh ketidakpuasan dan ketidaksetiaan mereka terhadap Allah, hal yang sama juga dapat berlaku pada kita. Sebagai orang percaya yang hidup di zaman yang berubah dengan sangat cepat ini, seringkali kita diperhadapkan dengan berbagai pilihan yang menggiurkan dan menarik hati. Berbagai kemudahan, kecepatan akses informasi dan komunikasi serta berbagai kesenangan hidup lainnya dengan mudah dapat kita rengkuh tanpa perlu menunggu lama. Era digitalisasi dan internetisasi segala hal sekarang ini acapkali menawarkan kepada kita banyak jalan pintas dalam berbagai aspek kehidupan, misalnya dalam dunia ekonomi, politik, teknologi, sosial budaya dan berbagai bidang kehidupan lainnya.

Di samping pengaruh positif tentulah ada pengaruh negatif dari kemajuan zaman sekarang ini. Salah satu pengaruh negatifnya adalah banyak orang yang tidak sabar, mudah bosan, menginginkan jalan pintas dan kesetiaan yang semakin memudar. Banyak orang yang beranggapan bahwa kesetiaan pada Tuhan itu menjadi sesuatu hal yang relatif, yang tidak mutlak lagi. Akibat dari kesetiaan yang semakin longgar dan memudar itu manusia jatuh ke dalam sikap yang tidak lagi mempercayai keberadaan dan kuasa Tuhan dalam hidupnya sehingga menjadi ateis. Orang lebih suka mengandalkan kemampuan dirinya sendiri daripada mempercayai kuasa Allah. Namun kita dapat memetik pelajaran berharga dari firman Tuhan hari ini, bahwa kadang kala Tuhan memberikan apa yang kita minta sebelum kita tahu dan menyadari apakah kita sungguh-sungguh menginginkannya atau tidak. Namun pada akhirnya kita harus menyadari dan mempertanyakan permintaan kita itu apakah sesuai dengan kehendak Tuhan atau malah menentang kehendakNya. Dengan demikian permintaan kita itu seharusnya bukanlah karena keinginan daging kita semata, karena meniru gaya hidup orang lain atau karena menjaga gengsi atau prestise diri kita maupun alasan subyektif lainnya. Khotbah ini hendak menegaskan bahwa seluruh permintaan kita haruslah berpadanan atau bersesuaian dengan kehendak Tuhan. Sama seperti yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridNya, tentang jawaban Allah atas permintaan kita, dikatakan: ”Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Mat 7:11). Allah senantiasa memberikan yang terbaik kepada anak-anakNya yang meminta kepadaNya. Sejalan dengan itu topik Minggu hari ini mengatakan: ”Tuhan menguatkan hambaNya”, mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan senantiasa menguatkan dan memperlengkapi kita para hambaNya, orang-orang percaya di sepanjang zaman, sehingga segala sesuatu yang kita minta itu adalah sesuai dengan kehendak Tuhan dan sejalan dengan itu maka kita dikuatkanNya untuk tetap setia, percaya dan bersandar pada bimbingan dan pimpinan Tuhan. Amin.

Doa Penutup: Ya Tuhan Allah Bapa kami, terima kasih atas sapaan firmanMu pada hari Minggu ini, yang telah mengajarkan dan mengingatkan kami untuk tetap percaya, setia dan bersandar pada tuntunan tangan Tuhan yang senantiasa memimpin dan menyertai perjalanan kehidupan kami. Ajarlah kami untuk meminta kepadaMu bukan karena keinginan daging semata maupun menurut selera duniawi yang fana namun biarlah seluruh permintaan kami itu seturut dengan kehendakMu. Kami yakin dan percaya bahwa bimbingan dan penyertaan Tuhan dalam segenap perjalanan kehidupan kami adalah yang terbaik bagi masa depan kami anak-anakMu sebab Engkau telah merancang kehidupan kami dengan sempurna dan rancanganMu adalah rancangan yang terbaik. Oleh karena itu ajarlah kami untuk senantiasa taat dan setia mengikuti jalan dan kehendakMu Tuhan di sepanjang hidup kami. Dalam nama Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kami, dengarlah doa permohonan kami. Amin.


Pdt. Herwin P. Simarmata, M.Th- Kepala Biro Kategorial Ama dan Lansia HKBP